Masakan Minang Tak Selalu Berat

Hidangan Ranah Minang tak hanya rendang. Apa lagi yang lain? Banyak. Berikut, empat di antaranya.

Kesempatan berada di Bukittinggi adalah kesempatan menikmati kulinernya yang kondang se-Nusantara. Konsistensi bumbu yang pekat, rasa yang “nendang”, serta kuah santannya yang kental. Kali ini, ada empat hidangan yang wajib dicoba jika singgah di kota mungil yang diapit Gunung Marapi dan Gunung Singgalang.

Pilihan pertama adalah Nasi Kapau Uni Lis. Tempatnya di Pasa Ateh (Pasar Atas). Jika dari arah Jam Gadang, maka letak kedai nasi ini di belakang, dekat dengan Janjang Ampek Puluah, tangga dengan 40 anak tangga mengarah turun ke Pasa Bawah.

Di gerainya berjajar panci-panci berisi rendang, dendeng batokok, tambusu, sayur nangka muda, ayam goreng, gulai tunjang, dan pangek ikan mas. Sistem pemesanannya sama dengan rumah padang di Jakarta, yakni pembeli berdiri di belakang gerai mendampingi si uda yang akan mengambilkan lauk menggunakan sendok bergagang panjang.

Tambusu asam padeh yang kuning padat montok saya tunjuk pertama, lantas dendeng batokok yang garing terbuat dari daging kerbau, baru kemudian sayur nangka muda. Tak lupa, samba lado hijau sebagai pelengkap serta siraman kuah kalio yang bersantan kental. Khusus kali ini, lupakan dulu urusan kolesterol dan asam urat. Mumpung libur.

Tambusu adalah usus sapi yang diisi campuran telur dan santan. Setelah ujung usus disemat lidi, usus ini dimasak bersama bumbu yang dihaluskan, di antaranya kunyit, jahe, lengkuas, bawang merah, bawang putih, dan cabe merah yang banyak. Tentu terbayang bagaimana rasanya. Pedas, agresif, dan mantap. “Tambuah ciek, Da!”

Untuk minuman, sengaja tidak saya pilih menu teh talua, salah satu menu jagoan kedai Nasi Kapau Uni Lis, pasalnya, yang di piring sudah sangat berat, khawatir lambung tak dapat menampung telur bercampur teh panas itu.

Saya pesan jus mentimun yang ringan, dingin, dan segar. Mentimun diblender bersama gula, susu, dan es batu. Segaaaar setelah berpeluh-peluh menyantap tambusu pedas dan nasi pulen hangat. Apalagi mentimun berkalori rendah, tinggi kadar vitamin dan mineral, bisa mendinginkan kulit dan menurunkan tekanan darah. Pas bukan bila disandingkan dengan hidangan berat bersantan?

Setelah kenyang makan di Nasi Kapau Uni Lis, jangan lewatkan kesempatan berbelanja jajanan khas Bukittinggi di Pasa Ateh. Selain kipang kacang, kerupuk sanjay, dan kerupuk kulit yang jadi tiga teratas oleh-oleh favorit dari Bukittinggi, ada ikan rinuak dan ikan buliah.

 

Menurut uni penjual rinuak dan buliah, dua jenis ikan ini diperoleh dari Danau Maninjau. Dijualnya dalam bentuk kering karena sudah dipanggang terlebih dahulu, sehingga saat digoreng mengeluarkan aroma yang menerbitkan air liur. “Dimakan dengan samba lado. Enak,” katanya.

Dari Pasa Ateh, babendi-bendilah barang 10 menit ke Jalan Panorama. Di sebuah gang yang letaknya 100 meter dari Ngarai Sianok, terdapat Pical Sikai yang usia kedainya sudah lebih dari setengah abad. Walau berada di dalam gang, tak sulit menemukan kedainya karena ada plang di mulut gang yang menghadap jalan raya.

Tata letak kedai ini terbilang unik. Ada meja panjang tempat meletakkan sayur-sayuran dan bumbu serta bangku panjang tempat pembeli duduk, walau ada juga meja dan kursi makan seperti umumnya rumah makan.

Pical sendiri kurang lebih mirip dengan pecel di Jawa. Kekhasannya ada pada sayuran yang digunakan. Nangka muda, rebung, daun singkong, kol tua, kol muda, dan jantung pisang. Seluruh sayuran ini sudah direbus lunak.

Bumbu picalnya mirip dengan pecel jawa, namun kacangnya ditumbuk kasar. Yang juga jadi ciri Pical Sikai adalah taburan keripik singkong dan kerupuk merah. Wah, mantap lah kriuk-kriuknya.

Minuman khas Bukittinggi yang juga wajib coba adalah aie tawa. Dijual di gerobak sepanjang jalan-jalan Bukittinggi. Aie tawa adalah cincau hijau dicampur santan cair, air jeruk nipis, gula aren, dan bongkahan es batu. Rasanya manis bercampur masam.

Di antara jajaran botol air gula aren dan santan, ada botol yang berisi cairan warna hijau yang jika ditambahkan ke campuran aie tawa dapat berfungsi menambah tenaga. Apak penjual aie tawa tak menjelaskan rinci apa ramuan cairan hijau itu, kecuali “Campuran daun-daunan berkhasiat,” itu saja penjelasannya.

 

Saya kira, saya meminum aie tawa di waktu yang paling pas, yakni menjelang waktu shalat asar, matahari masih bersinar, kaki letih setelah berkeliling Bukittinggi, tentengan belanjaan penuh di dua tangan, gerobak aie tawa mangkal di bawah kerindangan pohon asam, dan tempat duduk pembeli menghadap Gunung Marapi biru menjulang. Ondeeeh lamaknyo. Silvia Galikano

*dimuat di Tabloid Koktail edisi 010, 22 – 28 Nov 2007*

One Reply to “Masakan Minang Tak Selalu Berat”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.