Isola dan Misteri Raja Media

 

Bumi Siliwangi, Villa Isola
Bumi Siliwangi menghadap selatan. (Foto Silvia Galikano)

Lahannya berkontur, yakni bagian selatan lebih rendah dari utara, membuat jumlah lantai berbeda ketika dilihat dari utara dan selatan. Dari utara, Bumi Siliwangi memiliki empat lantai, sedangkan dari selatan ada lima lantai.

Oleh Silvia Galikano

Berretty yang tajir melintir punya cara  “elegan”untuk memilih mobil yang akan digunakan ketika hendak pergi. Ada dua lampu yang dipasang di kanan dan kiri tiang penyangga payon di luar pintu utama. Lampu itu mengarah ke garasi luas berjarak beberapa puluh meter di seberang halaman depan ke arah utara.

Jika Berretty menyalakan lampu kanan artinya dia meminta sopir menyiapkan mobil Mercedes. Jika lampu kiri yang menyala, berarti hari itu dia ingin naik mobil Aston Martin.

 

Berretty yang bernama lengkap Dominique Willem Berretty (Yogyakarta 20 November 1890 – Suriah 20 Desember 1934) adalah pendiri dan pemilik awal Villa Isola, bangunan yang sekarang bernama Bumi Siliwangi dan berfungsi sebagai Gedung Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Inilah salah satu landmark Bandung yang berdiri di pinggir Bandung Utara menuju Lembang.

Bumi Siliwangi
Sebuah kesempatan berharga ketika Historical Trips, komunitas pencinta sejarah di Bandung, diizinkan melihat bagian dalam Bumi Siliwangi pada akhir April 2017. Rektor UPI Prof. Furqon Ph.D., saat itu baru saja berpulang, sehingga suasana gedung rektorat lengang masih berkabung dan tak ada kegiatan yang berarti.

Bumi Siliwangi menghadap utara, ke arah Museum Pendidikan Indonesia yang juga di kompleks UPI. Taman, kolam, dan pohon beringin besar di halaman depan. Lahannya berkontur, yakni bagian selatan lebih rendah dari utara, membuat jumlah lantai berbeda ketika dilihat dari utara dan selatan. Dari utara, Bumi Siliwangi memiliki empat lantai, sedangkan dari selatan ada lima lantai.

Lantai 2 (atau lantai 1 jika dilihat dari utara) adalah ruang tamu yang berjumlah dua ruang. Satu di antaranya ruang tamu VIP. Menurut petugas keamanan yang bertugas di Bumi Siliwangi, Sutisna, baru pada 1999, saat jadi UPI, ruang ini disekat-sekat. Sedangkan saat masih bernama IKIP Bandung, satu lantai ini luas tanpa sekat. “Dulu dipakai untuk mahasiswa sidang,” ujar Sutisna.

Lantai 3 dan 4 adalah ruang kerja Rektor dan Wakil Rektor UPI, lantai 5 adalah ruang rapat berkapasitas 30 orang, sedangkan lantai 1 yang berada di belakang adalah ruang administrasi. Galibnya bagian belakang bangunan, tak ada pintu lebar di lantai 1, hanya ada empat pintu kecil, namun hanya satu yang difungsikan.

Kolam di halaman utara Bumi Siliwangi, Asalnya kolam ini memanjang ke halaman selatan dan dihuni angsa hitam, Foto Silvia Galikano
Kolam di halaman utara Bumi Siliwangi. Asalnya kolam ini memanjang ke halaman selatan dan dihuni angsa hitam. (Foto Silvia Galikano)

Villa Isola
Satu pintu kecil itu tak lepas dari peruntukan lantai 1 saat masih bernama Villa Isola, yakni sebagai service area, seperti kamar mandi, kamar cuci, gudang, dan dapur. Di sini pula dahulu terdapat ruang pendingin wine, kamar tidur sekretaris, ruang olahraga, dan tangga menuju bawah tanah. Ini berbeda dengan tren masa itu yang memisahkan service area dari bangunan utama.

Lantai 2  adalah ruang lobi, ruang tamu, ruang makan, kantor, perpustakaan, dan toilet. Kamar-kamar tidur ada di lantai 3 dengan koridor membentang barat dan timur. Kamar tidur di kedua ujung koridor dilengkapi teras terbuka berbentuk seperempat lingkaran. Sedangkan kamar tidur utama menghadap selatan dilengkapi balkon setengah lingkaran yang dilindungi tritisan kaca dari Paris, Prancis dan disangga batang-batang baja.

Lantai 4 adalah kamar tidur tamu, ruang duduk, ruang pesta, kamar proyektor film, dan bar. Di atas lantai 4 adalah rooftop, teras terbuka dengan pemandangan gunung Tangkubanparahu di utara, dan Kota Bandung di selatan.

Bergaya art deco
Sebagai pemilik ANETA (sekarang Antara), kantor berita pada zaman Belanda, Berretty punya kekayaan yang tidak main-main. Untuk mendirikan Villa Isola, pada 1932, tak kurang 500 ribu hingga 600 ribu gulden (setara Rp250-350 miliar sekarang) dia keluarkan, padahal saat itu sedang resesi dunia. Bangunan seluas 12 ribu meter persegi berikut taman 6,3 hektare dia bangun di lahan 7,5 hektare di tengah persawahan dan tanah kosong yang luas.

Arsitek ternama pada masa itu, C.P. Wolff Schoemaker, yang menggarap dan merupakan vila terakhir yang dia rancang. Pelaksana pembangunan adalah Biro Arsitek dan Kontraktor Algemeen Ingenieur Architectenbureau atau Algemeen Ingenieur Architecten (AIA).

“Schoemaker sepertinya terpaksa menerima pesanan Berretty karena dia tidak pernah fixed maunya apa, menolak juga tidak enak karena sesama sosialita Bandung. Tiap hari Berretty datang ke rumah Schoemaker. Hari ini minta ada kolam renang di atap rumah, besok minta kolam renangnya di basement,” kata Koordinator Historical Trips yang juga Ketua Tim Riset Sejarah Lembang Malia Nur Alifa.

Akhirnya diputuskan gaya arsitektur Villa Isola adalah streamline modern dengan elemen art deco. Atapnya datar dan fasad berbentuk lengkungan, yang saat itu belum begitu dikenal. Gaya art deco dengan lengkungan streamline baru marak pada akhir 1930-an.

ruang kerja
Ruang kerja.

Dijelaskan dalam buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi (2015) yang ditulis Sudarsono Katam dan Lulus Abdi, Villa Isola berarsitektur modern yang memasukkan konsep tradisional sumbu kosmik utara-selatan dalam falsafah arsitektur Jawa. Diperkuat juga dengan keberadaan taman memanjang di depan bangunan yang mengarah ke Gunung Tangkubanparahu. Fasadnya kaya dengan garis-garis lengkung horizontal yang merupakan ciri arsitektur Timur seperti yang banyak terlihat di candi.

Tak kurang 700 pekerja dikerahkan, sehingga pekerjaan rampung dalam waktu lima bulan saja (Oktober 1932 – Maret 1933).

Wartawan berbintang terang
Berretty lahir dari pasangan Dominique Auguste Leonardus Berretty yang berdarah Italia-pribumi dan Marie Salem yang berdarah Jawa. Selulus dari HBS di Surabaya dan MULO di Yogyakarta (1908), Berretty bekerja di Hoofdbureau Post, Telegraaf en Telefoondienst (Kantor Pos, Telepon, Telegraf – PTT) Batavia. Walau tak lama bekerja di sini, dia mendapat pengetahuan tentang jaringan dan posisi kabel telegraf bawah laut, hal yang menentukan nasibnya di masa depan.

Pada 1910, Berretty bekerja sebagai korektor, kemudian wartawan di koran Bataviaasch Nieuwsblad. Lalu pindah ke koran Java Bode (1915) sebagai redaktur. Bermodal uang pinjaman, Berretty mendirikan perusahaan jasa berita dan telegraf Algemeen Nieuws en Telegraaf Agentschap (ANETA – Kantor Berita dan Telegraf Umum) di Batavia pada 1 April 1917.

Sejak hari pertama ANETA beroperasi, Berretty selalu berupaya mendapatkan berita lebih cepat daripada pesaingnya, Nederlandsch Indisch Persagentschap (NIPA) dan Reuters.  Salah satu caranya, telegraf dari luar negeri didapatkan dengan cara memotong jalan. Jika telegraf lain masuk ke Hindia Belanda melalui Singapura yang antreannya panjang, telegraf untuk ANETA masuk lewat jalur Afrika Selatan – Perth – Hindia Belanda. Alhasil, ANETA sudah dapat bocoran penggantian Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dua hari sebelum surat resminya tiba.

Pada 1919, Berretty mengambil alih NIPA dan Reuters Batavia. Monopoli pengadaan berita oleh ANETA pun dimulai. Berretty mengadakan kontrak pengadaan berita bagi koran-koran Hindia Belanda. Kesepakatan ini menjadikannya lebih kaya lagi. ANETA mendirikan kantor-kantor cabang di beberapa kota utama di Hindia Belanda.

 

Masa cemerlang Berretty berakhir ketika penyidik yang dibentuk Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge, pada 1931 menemukan indikasi adanya korupsi di ANETA. ANETA juga telah menyalahgunakan wewenang terhadap koran-koran Hindia Belanda, serta memonopoli pengadaan berita.

Berretty terpukul dan merasa kesepian. Dia pergi ke tempat terpencil antara Bandung dan Lembang, membeli seluasan tanah, membangun rumah  untuk mengucilkan diri, dan memberinya nama Isola, kata Italia yang berarti pulau terpencil. Di bagian dalam bangunan, di atas foyer, dia tuliskan M’Isolo E Vivo yang berarti saya mengasingkan diri dan bertahan hidup.

Berpindah tangan
Berretty berangkat ke Eropa pada 1934 untuk menjual kantor beritanya. Dalam penerbangan pulang dari Amsterdam ke Batavia pada 19 Desember 1934, pesawat Uiver milik KLM yang ditumpanginya jatuh di gurun pasir Suriah, dekat perbatasan Irak, akibat cuaca buruk. Tak ada yang selamat. Jenazah korban dimakamkan di Irak. Berretty tidak meninggalkan harta yang berarti bagi keluarganya kecuali beberapa surat dan dokumen.

Sepanjang 1912 hingga 1934, Berretty enam kali menikah, lima kali bercerai, punya lima anak (empat perempuan, satu laki-laki). Menurut gosip di masyarakat, anak perempuannya, Anna, bunuh diri dengan cara gantung diri di salah satu pohon besar di halaman Villa Isola. Namun tak ada data yang mendukung hal ini* (lihat catatan di akhir tulisan).

berretty
Berretty (duduk) di tangga selatan.

Istri terakhir yang tercatat adalah Coquita, mereka tidak memiliki anak. Selain itu, dia disebut-sebut sempat menghamili dua perempuan yang tidak dinikahinya.
Setelah Berretty wafat, ahli waris menyewakan Villa Isola kepada Rr. J. van Es, pemilik Hotel Homann, pada 1936, untuk dijadikan Hotel Homann. Rumah-rumah berlanggam senada dengan Villa Isola ditambahkan di sekeliling sebagai bungalow.

Pada zaman Jepang bangunan ini dijadikan, antara lain, markas tentara Jepang dan tempat penyimpanan peralatan perang sitaan dari Belanda. Setelah Jepang menyerah, pada Masa Bersiap (1945—1947), Villa Isola dikuasai laskar pejuang Bandung hingga kemudian sebagai markas Sekutu dan Belanda. Pada masa inilah bangunan Villa Isola mengalami kerusakan parah sebab jadi lokasi pertempuran tentara Belanda dan Sekutu melawan laskar pejuang Bandung dan Tentara Rakyat Indonesia (TRI).

Beringin besar di halaman utara Bumi Siliwangi
Beringin di halaman utara Bumi Siliwangi ditanam Nyonya M. Yamin saat peresmian Bumi Siliwangi. (Foto: Silvia Galikano)

Pada pertengahan 1954, lahan seluas 7,5 hektare, termasuk Villa Isola di dalamnya, dibeli Pemerintah (Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan – PP&K) seharga Rp1,5 juta (sekarang sekitar Rp4,9 miliar, dengan dasar kurs saat itu US$1 = Rp4,-). Mewakili ahli waris Berretty adalah Aneta Berretty, puteri Berretty, yang menandatangani surat jual-beli* (lihat catatan di akhir tulisan).

PP&K memfungsikan Villa Isola untuk tempat perkuliahan dan perkantoran Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Bandung. Saat upacara pembukaan PTPG, 20 Oktober 1954, nama Bumi Siliwangi diresmikan sebagai pengganti nama Villa Isola oleh Menteri PP&K Mr. M. Yamin menggantikan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo yang berhalangan hadir.

Perbaikan dan pembangunan dimulai. Ruangan-ruangan yang luas disekat-sekat. Pada masa ini, rooftop diberi dinding dan atap sehingga menjadi lantai 5 Bumi Siliwangi, juga teras-teras samping di lantai 3 ditambahi dinding dan atap.

Pada 1961, PTPG dimasukkan ke dalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unpad dan Institut Pendidikan Guru yang digabung menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Pada 7 Oktober 1999, IKIP resmi menjadi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Setelah Villa Isola berpindah-pindah ke banyak tangan, peninggalan Berretty hanya tersisa satu, yakni grand piano Steinway & Sons yang dipercaya masyarakat sering berbunyi sendiri pada malam hari. Setelah menjadi UPI, piano tersebut dipindah dari Gedung Rektorat ke Prodi Seni Musik untuk digunakan mahasiswa, dan kini dalam keadaan baik.

Peninggalan lain adalah senjata tajam dan senjata api milik laskar pejuang Bandung pada Masa Bersiap yang kini dipajang di lantai 4 Museum Pendidikan Indonesia. Senjata-senjata yang dikumpulkan dari Villa Isola itu sebelumnya disimpan TNI-AD dan Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI).

Pintu bunker di halaman selatan sudah lama ditutup dengan pertimbangan keamanan. Ada anak tangga melingkar menurun menuju pintu bunker yang tersamarkan dengan dinding dari batu alam. Konon, bunker ini tersambung ke bunker di Gedung Sate, Gedung Pakuan, dan De Vries yang ada di Kota Bandung.

villa isola, bumi siliwangi, rektorat UPI

***
Dimuat di majalah SARASVATI edisi Juni 2017

Cover_Edisi_43 kecil

 

* Sebuah surat elektronik saya terima dari cucu Berretty, Alex Oelrich, pada 26 Agustus 2017, mempertanyakan gosip Anna, puteri Berretty yang dipercaya gantung diri di Villa Isola. Oelrich adalah anak dari Aneta Berretty (wafat 1991), putri Berretty dan Irene. Irene tak lain adik dari Aline Berends, istri pertama Berretty (menikah 1912).

Oelrich, yang kini tinggal di Belanda, menuliskan tak pernah tahu punya bibi bernama Anna, juga tak pernah mendengar peristiwa bunuh diri “bibinya” itu di Villa Isola. “Pertanyaan logisnya, apakah Anna lahir sebelum atau sesudah Berretty menikah? Isola mulai dibangun 1932 dan Berretty meninggal pada 1934. Kapan Anna bunuh diri?”

==+==

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.