Dalam Doaku
kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara….
ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku
kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
kepada angin yang mendesau entah dari mana….
dalam doaku sore ini
kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting
dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang
lalu hinggap di dahan mangga itu….
magrib ini dalam doaku kau menjelma angin
yang turun sangat perlahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan
dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku….
dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku….
aku mencintaimu…
itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu….
Sapardi Djoko Damono
dalam kumpulan sajak Hujan Bulan Juni, 1989