Tersenyumlah, Kau Akan Tambah Cantik

Lanjutan dari Lasem dalam Potret Hitam Putih
Oleh Silvia Galikano
Masih di Jalan Babagan IV, tak jauh dari kediaman Sigit, ada kesibukan khusus. Bukan membatik seperti di rumah Sigit, melainkan membongkar rumah. Di dalam rumah yang luas seluruhnya 180 meter persegi itu, lebih dari lima orang tukang sedang membongkar ubin. Terasnya sudah tak lagi berubin.

Ubin yang sudah dibongkar disusun di pinggir pagar. Ubin terakota ukuran 40×40 sentimeter itu akan dijual lagi seharga Rp10 ribu per keping.
Membongkar ubin adalah tahap pertama, biasanya selesai dalam dua hari, baru nanti mempreteli genting dan seterusnya ke bawah hingga rata dengan tanah. Lenyaplah sejarah.
Baca juga Untuk Tanah Lasem
Rumah ini berlanggam Indische, berpilar kayu, berkamar tidur empat, dan punya tiga pasang pintu menghadap teras. Di ruang belakang, teronggok merana beberapa buah gawangan untuk membatik.
Mungkin di sini dahulu tempat membatik. Tungku kayu bakar masih dijumpai di dapur dengan cerobong menembus atap. Halamannya dirimbuni ilalang. Nyamuk kebun tanpa ampun menggigit kulit.

Di paviliun samping saya temukan kardus berisi kartu pelajar, dompet, dan foto-foto lama hitam-putih milik Tan Swan Ay/Tan Ay Nio/Tanty Ayndangwaty.
“Itu boleh buat saya, Pak?” kata saya kepada seorang pekerja sambil menunjuk kardus.
“Ambil saja.”
Di dalam dompet tersebut, terselip sesobek kertas bertuliskan karakter Tionghoa di dua sisinya.
Menurut Darson Lim, kolega di Jurnal Nasional, tulisan itu berarti Kalau kamu sering tersenyum, akan bertambah cantik selalu. Tulisan di sisi satu lagi berarti Kalau kamu bersedia memberikan senyuman terus, akan cantik selalu. Mungkin ini pesan dari kekasihnya.
Baca juga Lasem dalam Potret Hitam Putih
Di rumah ini pula saya bertemu Yanto yang jadi perantara penjualan rumah. Disebutnya, penghuni terakhir rumah ini adalah Tan Bong Hien yang merupakan kawan sebaya Sigit. Rumah (bangunan) keluarga Tan ini dibeli orang Semarang seharga Rp300 juta untuk dipreteli, lantas dijual lagi keping per keping. Tanahnya dibeli perusahaan asal Surabaya seharga Rp225 juta untuk dijadikan garasi truk.

Yanto mengatakan, usia rumah lebih kurang 160 tahun dan sudah dihuni empat generasi. Generasi awal adalah pengusaha batik. Ketika sampai ke generasi ketiga, industri batik Lasem surut, maka usaha beralih ke pembuatan minuman temulawak.
Tan Bong Hien punya enam anak, tiga perempuan dan tiga laki-laki, sebagian besar tinggal di Surabaya. Dua tahun lalu, istrinya terserang stroke, maka pasangan ini pindah ke Surabaya, tinggal di rumah salah satu anaknya.
Lasem ditinggalkan. Rumah terbengkalai. Para ahli waris memutuskan untuk menjual rumah itu.
Bersambung ke Tentang Sumur di Depan Rumah
***
Dimuat di Jurnal Nasional Minggu, 25 April 2010











8 Replies to “Tersenyumlah, Kau Akan Tambah Cantik”