Kisah Sugar Man dalam Dokumenter

sugar man
Dua album Rodriguez jeblok di pasaran Amerika. Tapi di Afrika Selatan, lagu-lagunya jadi lagu kebangsaan masyarakat anti-apartheid.

Oleh Silvia Galikano

Judul: Searching for Sugar Man
Genre: Musik, performing arts, dokumenter
Sutradara: Malik Bendjelloul
Penulis: Malik Bendjelloul
Durasi: 1 jam 25 menit
Produksi: Sony Pictures Classics
Pemain: Rodriguez, Steve Segerman, dan Dennis Coffey
Durasi: 86 menit

Sugar Man adalah judul lagu Rodriguez yang dirilis pada 1970, masa jaya Bob Dylan, yang ada dalam album pertamanya, Cold Fact. Begini penggalan liriknya: Sugar man met a false friend/ On a lonely dusty road/ Lost my heart when I found it/ It had turned to dead black coal// Silver magic ships you carry/ Jumpers, coke, sweet Mary Jane.

Lagu yang bercerita tentang narkoba itu gagal di pasar. Begitu pula album kedua, Coming From Reality (1971) , yang sama jebloknya. Dua album itu umumnya bercerita tentang kerinduan kelas pekerja terhadap keadaan yang lebih baik, yang dia sampaikan dalam lirik-lirik puitis. Lirik yang politis-puitis.

Tapi, siapa Rodriguez? Nama ini tak dikenal. Tak ada info apa-apa di sampul albumnya. Ada yang bilang dia gelandangan Detroit yang kecanduan narkoba. Yang lain bilang dia pekerja bangunan yang pindah dari proyek satu ke proyek lain.

Yang jelas, sejak sebelum rekaman, dia kerap menyanyi di pub murah di Detroit. Kebanyakan tetangganya di Detroit hanya kenal dia sebagai Rodriguez yang tinggi kurus, santai, dan selalu mengenakan kaca mata hitam. Nama depannya Sixto, tapi ada juga yang menyebut Jesus.

Setelah album keduanya yang gagal total itu, Rodriguez menghilang. Rekaman tidak, manggung pun tidak. Kabar burung beredar bahwa Rodriguez bunuh diri di atas panggung usai menyanyikan lagu penutup. Ada yang bilang dia menyiram diri dengan bensin lalu membakar diri. Yang lain bilang dia bunuh diri dengan menembak kepalanya. Cerita mana yang benar, tak ada yang tahu. Begitulah, tak ada yang pasti informasi tentang orang satu ini.

Sementara itu, pada masa yang sama, Afrika Selatan dikuasai apartheid yang tertutup dan represif. Rakyat yang sudah muak dengan rezim rasis itu menggunakan lagu-lagu Rodriguez sebagai lagu kebangsaan tak resmi. Sugar Man; Hate Street Dialogue; A Most Disgusting Song; Silver Words; This Is Not a Song, It’s an Outburst: Or, The Establishment Blues dan semua lagu di dua album itu dihafal kata per kata bahkan oleh anak kecil di sana.

Rodriguez adalah super-super-superstar di Afrika Selatan. Lagu-lagu Bob Dylan lewat, Rolling Stones kalah, bahkan ketenaran Elvis Presley cuma setengah dibanding lagu-lagu Rodriguez. Kebalikan dari Amerika Serikat, asal si penyanyi, albumnya di sini laku keras.

Adanya dua fakta yang berlawanan ini menggelitik dua pria muda penggemar Rodriguez, pada akhir 1990-an, untuk mencari tahu siapa sebenarnya penyanyi ini berikut cerita serbamisterius seputarnya. Orang pertama adalah pemilik toko kaset di Capetown, Afsel, Steven “Sugar” Segerman; dan orang kedua jurnalis musik di AS, Craig Bartholomew. Mereka bergerak simultan dari tempat masing-masing.

rodriguez, sugar man
Rodriguez.

Dengan struktur cerdas yang ketegangannya mirip kisah misteri, tak mengherankan jika Searching for Sugar Man masuk dalam nominasi Academy Awards 2013. Sutradara Malik Bendjelloul lihai menempatkan mitos di seputar Rodriguez.

Bendjelloul mengumpulkan semua informasi tentang pencarian Sugar Man itu ke tempat dia menyanyi di Detroit, pergi ke Cape Town, ke Los Angeles, mewawancarai semua saksi mata, produser rekaman, juga duo pencari: Segerman dan Bartholomew. Masing-masing orang yang diwawancara ini diberi ruang lapang untuk mempresentasikan perspektif mereka tentang kehidupan dan kepribadian Rodriguez.

Hasilnya, menonton film ini sama sekali tidak seperti menonton dokumenter yang umumnya datar. Bendjelloul lihai memainkan emosi penonton. Perasaan kita diseret-seret dulu dengan kisah getir dari segala penjuru, lalu dibawa meluncur melewati ketegangan di sana-sini tanpa sedikitpun cahaya, hingga klimaksnya kegembiraan luar biasa.

Pada satu lapis, Searching for Sugar Man adalah bukti betapa musik – atau karya seni lainnya – punya pengaruh lebih besar dibanding sekadar medium hiburan, bergema lebih jauh dari yang dikira sang seniman, dan dapat menghubungkan orang-orang yang terentang jarak begitu jauh pada saat dan di tempat yang tepat.

Di lapis lebih dalam, ketika kita tidak tahu ke mana kisah tentang Rodriguez ini berakhir, terbuka fakta bahwa lagu-lagunya ikut membawa angin kebebasan sebuah negara, penemuan belahan jiwa, dan kisah perjuangan hidup tanpa menyerah.

***
Dimuat di Majalah Detik edisi 61, 28 Januari – 3 Februari 2013

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.