Dalam Sihir Balada Chicago

konser chicago

Chicago masih punya kharisma kuat setelah empat dekade berkarya. Lagu-lagu baladanya tetap yang paling ditunggu.

Oleh Silvia Galikano

Saturday in the Park dimainkan. Tak butuh komando, penonton yang tadi duduk kompak meninggalkan kursinya, menghambur ke depan panggung, menciptakan kelas Festival dadakan yang resminya tidak ada.

Sambil berdiri, “penonton festival” ini lebih puas menggoyangkan kaki, melambaikan tangan, mengambil gambar dengan ponsel serta tablet, dan  tentu saja ikut menyanyi sekencang mungkin. Sudah sejak awal mereka gatal harus duduk manis saja di kursi sementara musik jazz fusion dan attractif rock memanggil-manggil.

Chicago Live In Concert 2012 jadi ajang para om dan tante ini bernostalgia masa lagu-lagu Chicago merajai tangga lagu dunia pada 1970-an dan 1980-an. Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta pada Sabtu malam, 27 Oktober 2012 penuh. Tak kurang dari 3000 tiket seharga Rp350 ribu hingga Rp4,8 juta ludes.

Jadi penontonnya hanya om-om dan tante-tante? Oh tidak, ada juga yang bahkan berusia 20-an. Robert Lamm (keyboard, vokal), Lee Loughnane (trompet), James Pankow (trombone), Lou Pardini (keyboard, vokal), Jason Scheff (bas dan vokal), Tris Imboden (drum), Keith Howland (gitar), dan Walt Parazaider (woodwinds) toh bukan hanya wakil dari satu generasi. Mereka selalu up-to-date di semua generasi.

Grup asal Chicago, Illinois, Amerika Serikat ini membuka konser dengan medley dari album Chicago II (1970), yakni Make Me Smile; So Much To Say, So Much To Give; dan Colour My World yang didominasi horn section.  Lagu-lagu hangat itu pas sebagai nomor pembuka, tak berlebihan, tak juga kurang. Medley pembuka itu disambung dengan Does Anybody Know What Time It Is?, Dialogue, dan Old Days.

Kemudian Robert Lamm yang dari tadi di belakang keyboard, keluar dari “sarang”, menyapa penonton dari tengah panggung. “Hello hello hello…. Lama kita tidak bertemu. Malam ini kami akan menyanyikan lagu-lagu dari tiap album Chicago, lagu-lagu yang pasti ingin Anda dengar,” ujarnya yang disahut seruan penonton yang tidak sabar menunggu lagu favorit mereka dinyanyikan.

Mengentaklah Alive Again dan Call on Me yang masih juga tidak akrab di telinga, terbukti penonton hanya bertepuk tangan tanpa ikut menyanyi. Mungkin sadar akan hal ini, Lamm berjalan lagi ke tengah panggung, memberi sedikit cerita.

“Saat merilis lagu berikut ini, lagu-lagu kami yang lain sudah digemari di seluruh dunia. Tapi begitu lagu ini keluar, langsung jadi sukses internasional berkat Anda semua.”

Lou Pardini mainkan nada intro If You Leave Me Now yang sontak membuat Plenary Hall riuh dengan jeritan. Inilah balada yang sangat ditunggu-tunggu. Koor penonton pun tak terhindarkan.

If you leave me now, you’ll take away the biggest part of me/ Uh uh uh uh no baby please don’t go/ And if you leave me now, you’ll take away the very heart of me/ Uh uh uh uh no baby please don’t go/ Uh uh uh uh girl I just want you to stay.

Lagu-lagu balada lain, seperti You’re the Inspiration, Just You ‘N Me, dan Hard to Say I’m Sorry benar-benar membawa penonton pada nuansa1980-an awal, saat Peter Cetera masih bergabung. Inilah masa-masa emas Chicago dengan lagu-lagu manisnya. Atmosfer romantis bahkan tak hilang hingga akhirnya konser sepanjang 120 menit itu ditutup dengan 24 or 6 to 4.

***
Dimuat di Majalah Detik edisi 49, 5-11 November 2013

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.