Melati yang Tak Lagi Wangi
Ibunya memberi nama Jasmine (melati), bunga yang mekar dan menebar wangi di malam hari, saat bunga lain mulai menguncup. Hidupnya kurang lebih sama.
Oleh Silvia Galikano
Judul: Blue Jasmine
Genre: Drama
Sutradara:Woody Allen
Skenario: Woody Allen
Produksi: Sony Pictures Classics
Pemain: Cate Blanchett, Alec Baldwin, Peter Sarsgaard
Durasi: 1 jam 38 menit.
“Tidak usah jadi dokter, cukup jadi istri dokter” atau “tidak usah jadi insinyur, jadi bu insinyur saja.”
Masih ingat pemeo zaman dulu itu? Pemeo itu bertujuan mematikan cita-cita tinggi perempuan untuk bersekolah karena toh akan mengurus rumah juga. Cukup dandan yang cantik, duduk manis menunggu dipersunting mas dokter atau bang insinyur yang tajir.
Namun pemeo itu tidak punya solusi pada si perempuan jika rumah tangganya kandas, atau suaminya mati di saat usia pernikahan mereka, katakanlah, 20 tahun. Atau lebih buruk lagi, suaminya ditangkap polisi dan seluruh harta disita negara.
Inilah yang terjadi pada Jasmine (Cate Blanchett), nyonya kaya dari New York, istri pengusaha Hal (Alec Baldwin). Keduanya tinggal di kawasan mewah New York bersama Danny, anak kandung Hal dari perempuan sebelumnya.
Madison Avenue yang berisi deretan toko barang-barang mahal adalah taman bermain Jasmine. Dia juga primadona di setiap pesta, menyapa semua yang datang sambil memamerkan entah cincin, entah kalung, entah gelang yang baru dihadiahkan suaminya.
Di suatu malam, Jasmine yang lelah sepulang pesta, berendam di bath-tub. Sambil memainkan busa di tangan, dia berkata pada Hal, “Aku mau libur dulu. Tidak yoga, tidak pilates, tidak ke pesta pengumpulan dana.” Ya, yoga, pilates, dan pesta yang bagi orang lain adalah aktivitas mahal, bagi Jasmin adalah “pekerjaan” yang kadang demikian melelahkan hingga perlu ambil libur.
Di puncak gelimang kemewahan, suami Jasmine ditangkap polisi dengan tuduhan penipuan. Ternyata selama ini Hal mengumpulkan dana dari investor, dengan janji akan dibangun resor di negara lain, tapi ternyata resor itu tidak pernah ada. Dia juga mengemplang pajak untuk bisnis-bisnisnya di dalam negeri.
Seluruh rumah berikut isinya, termasuk seluruh rekening istrinya disita negara. Danny yang tak tahan menanggung malu keluar dari kampusnya dan pergi entah ke mana.
Setelah diusir negara dari tempat tinggalnya, Jasmine pergi ke San Fransisco, menumpang di apartemen sempit adiknya, Ginger (Sally Hawkins). Ginger tinggal bersama dua putranya yang masih bocah. Dia sudah bercerai dari suaminya, Augie (Andrew Dice Clay) yang masih menyimpan dendam pada Hal dan Jasmine.
Dulu, Augie dan Ginger pada akhirnya bisa berlibur ke New York setelah mendapat lotre US$200 ribu. Augie mengikuti saran Jasmine untuk menginvestasikan uangnya ke bisnis Hal. Hasilnya, boro-boro untung, uangnya malah tidak kembali, dan keuangan rumah tangga Augie-Ginger berantakan.
Sehari-hari Ginger bekerja di supermarket. Dia kini punya pacar bernama Chili (Bobby Cannavale) yang bekerja di bengkel. Untuk menunjukkan keseriusan hubungan mereka, Chili bersiap pindah ke rumah Ginger untuk hidup bersama.
Jasmine tak bisa berlama-lama duduk-duduk saja di rumah adiknya. Dia harus segera mencari kerja lalu mencari tempat tinggal. Namun mencari kerja bukan hal mudah karena selama ini dia kenal istilah “kerja” hanya untuk yoga, pilates, dan pesta. Apalagi hanya bermodal ijazah SMA. “Aku menyesal, mengapa dulu meninggalkan kuliah di tahun terakhir.”
Blue Jasmine adalah jawaban Woody Allen bagi kejatuhan ekonomi AS. Rakyat ditinggalkan dengan kekalutan setelah kehilangan rumah yang selama ini ditempati dengan tetap mengenang keindahan hidup sebelumnya. Mungkin Woody Allen ingin Amerika –dalam hal ini Jasmine- menerima bahwa hari-hari indah itu tidak akan pernah kembali.
Woody Allen membuat Blue Jasmine sebuah film yang menarik untuk ditonton walau lebih muram dan pahit dibanding Purple Rose of Cairo (1985) dan tidak serumit Crimes and Misdemeanors (1989). Nuansanya mirip Match Point (2005).
Latar belakang Jasmine diceritakan dalam penggalan-penggalan adegan kilas balik alur maju-mundur, menciptakan tone getir yang tajam. Perempuan di ujung depresi ditangkap sempurna tanpa tenggelam dalam lelucon.
Cate Blanchett memberikan penampilan luar biasa impresif sebagai seorang perempuan yang terkenal di kalangan sosialita, egois, sok elit, resah, dan bernasib tragis. Dia memandang jijik pada mereka yang dianggap berkelas rendah, termasuk rumah adiknya dan pacar adiknya. Jasmine bahkan terus mendorong Ginger untuk mencari pacar yang lebih berkelas.
Walau dibintangi komedian seperti Louis C.K., Andrew Dice Clay, dan Baldwin (yang juga membintangi film terakhir Allen, To Rome with Love, 2012), film ini tidak memunculkan humor yang kental. Alih-alih komedinya tenang dan situasional, seperti ketika Jasmine yang frustrasi kedapatan sedang berbohong, atau Ginger sedang menyusun apel sementara pacarnya yang macho itu memohon Ginger agar kembali padanya.
Blue Jasmine bisa saja kurang bertabur bintang, tapi bintang yang sedikit itu adalah para penampil luar biasa. Film ini sangat layak ditonton bahkan dengan alasan untuk menikmati penampilan Kate Blanchett saja.
***
Dimuat di Majalah Detik edisi 117, 24 Feb – 2 Maret 2014