Sebuah Prekuel Mutant Retro
Logan ditugaskan kembali ke masa lalu untuk menghentikan proyek pembuatan robot Sentinel. Nasib manusia dan mutant bergantung pada misinya kali ini.
Oleh Silvia Galikano
Judul: X-Men: Days of Future Past
Genre: Action | Adventure | Fantasy
Sutradara: Bryan Singer, Matthew Vaughn
Skenario: Simon Kinberg, Jane Goldman
Produksi: 20th Century Fox
Pemain: Patrick Stewart, Ian McKellen, Hugh Jackman
Durasi: 2 jam 11 menit
Layar dibuka dengan gambaran suram bumi di masa depan usai sebuah bencana besar. Langit gelap memayungi reruntuhan kota. Genosida mutant oleh robot Sentinel berlangsung tanpa dapat dilawan.
Sentinel diciptakan ilmuwan Dr. Bolivar Trask (Peter Dinklage), didukung Gedung Putih, dengan tujuan memusnahkan seluruh mutant. Trask mengambil sampel DNA dari darah Raven/Mystique (Jennifer Lawrence), mutant yang punya kemampuan beralih rupa, hingga robot ciptaannya dapat mengidentifikasi mana manusia dan mana mutant berujud manusia.
Manusia dan mutant tak dapat melawan Sentinel yang berukuran raksasa dan punya kekuatan dahsyat. Mutant yang dapat berubah ujud jadi api untuk “membakar” Sentinel, misalnya, terpaksa menerima kekalahan –dan kematian- ketika Sentinel mengubah dirinya jadi es.
Satu-satunya cara menghentikan Sentinel adalah membatalkan pembuatannya dan menyelamatkan Raven. Artinya, harus ada yang kembali ke masa lalu, mencegah Dr. Trask meneruskan proyeknya.
Adalah Kitty Pryde (Ellen Page), mutant yang punya kemampuan “mengirim” kesadaran seseorang ke masa lalu. Namun selama ini yang dia lakukan hanya mengembalikan seseorang ke beberapa hari sebelumnya, bukan ke masa puluhan tahun.
Pasalnya tidak semua orang kuat menjalani perjalanan waktu (time travel), apalagi sampai puluhan tahun ke belakang. Logan/Wolverine (Hugh Jackman) menawarkan diri karena dialah mutant yang punya kemampuan bertahan hidup melebihi manusia dan mutant lainnya.
Bersiap diberangkatkana ke masa lalu, Logan berbaring di atas altar. Kitty berdiri di dekat kepalanya, mengarahkan dua telapak tangannya ke pelipis Logan, nyaris menempel. Cahaya makin lama makin terang keluar dari telapaknya.
Logan terbangun pada pagi tahun 1973, di atas kasur air, bersama perempuan tidur di sampingnya. Sementara radio memperdengarkan suara Roberta Flack, The First Time Ever I Saw Your Face. Petualangannya dimulai pagi ini.
X-Men: Days of Future Past penuh adegan seru yang memaksimalkan efek khusus, yang digunakan segaris dengan cerita, bukan semata-mata demi mendapat efek. Masa lalu, masa kini, dan masa depan saling bertumbukan melalui perjalanan waktu yang jadi kunci franchise kali ini. Semua yang menyedihkan dalam seri sebelumnya, “dikoreksi” di sini.
Di tangan sutradara Bryan Singer, kisah petualangan Marvel ini menyuguhkan loncatan kreativitas dan imajinasi yang merdeka. Plotnya kadang menentang logika. Idenya cerdas dan eksekusinya keren.
Lokasinya di banyak kota besar dunia, yakni New York, Moskow, Cina, Vietnam, Paris, dan Washington yang jadi latar belakang adegan klimaks spektakuler di depan White House.
Masuknya James McAvoy dan Michael Fassbender sebagai versi muda Charles/Professor X (Patrick Stewart) dan Erik/Magneto (Ian Mckellen) melalui dialog mereka adalah sisi paling inspiratif X-Men.
Entah bagaimana Professor Charles Xavier hidup lagi setelah mati terbunuh dalam X-Men: The Last Stand (2006). Mungkin saja kematian Xavier terhapus dalam perjalanan waktu, tapi tidak perlu dibahas di sini dan tidak penting.
Serunya film ini ketika mengetahui betapa berbedanya sifat Xavier muda dan Xavier tua, berikut kekagetan-kekagetan Logan menghadapi gurunya yang versi muda. Xavier di tahun 1970-an tak ubahnya pemuda hippies lain yang gondrong, nge-drugs, dan…patah hati setelah kehilangan Raven. Keduanya harus mengeluarkan Erik/Magneto (Michael Fassbender) dari penjara paling ketat di dunia agar dapat membantu mereka.
Hugh Jackman nampak sama saja walau melompat ke masa 50 tahun sebelumnya, hanya beda di uban. Jennifer Lawrence tampil menonjol dan dekoratif dalam balutan kostum biru melekat di tubuh. Perhatikan juga Mark Camacho sebagai Richard Nixon. Kameonya keren.
Jangan dilupakan, Evan Peters yang mencuri perhatian sebagai Quicksilver berambut perak yang punya kemampuan bergerak supercepat. Ada adegan Quicksilver yang melesat secepat cahaya itu ditangkap dalam gerak lambat yang indah dan anggun, membuat orang-orang sekitarnya nampak berhenti (freezed). Lagu Time in a Bottle-nya Jim Croce jadi latar belakang, 70-an banget.
Plot X-Men: Days of Future Past rumit berkelindan, tiap subplot jadi prekuel franchise–franchise sebelumnya. Kali ini ide sintingnya adalah menyebut JFK mutant yang ditembak secara tidak sengaja oleh Erik. “Pelurunya berbelok,” Erik beralasan.
Selain Erik yang nyentrik, banyak lagi hal konyol, tidak masuk akal, tapi tetap saja kita bisa maklumi dan selalu nikmati dari lima mutant hebat ini.
***
Dimuat di Majalah Detik edisi 130, 26 Mei-1 Juni 2014