Tualang Batin Backpacker Muda

haji backpacker, tualang batin backpacker muda
Dalam rasa kecewa dan marah, Mada meninggalkan rumah, menyerahkan nasibnya pada jalanan. Di sana, dengan cara yang tak biasa, dia menemukan Tuhan.

Oleh Silvia Galikano

Judul: Haji Backpacker: 9 Negara 1 Tujuan
Genre: Drama| Religi
Sutradara: Danial Rifki
Skenario: Danial Rifki
Produser: HB Naveen, Frederica
Produksi: Falcon Pictures
Pemain: Abimana Aryasatya, Dewi Sandra, Laura Basuki, Laudya Cynthia Bella, Pipik Dian Irawati, Ray Sahetapy, Kenes Andari, Dion Wiyoko
Durasi: 107 menit

Hari pernikahan Mada (Abimana Aryasatya) sudah di depan mata. Undangan berdesain sederhana sudah disebar. Akad nikah akan diadakan di rumah mempelai perempuan.

Mada mantap akan menikahi Sofia (Dewi Sandra), kawannya sejak kecil, dan yakin inilah jodoh yang disiapkan Tuhan untuk menemani hari-harinya ke depan.

Sebaliknya dengan Sofia. Dia tidak pernah menunjukkan ekspresi antusias dengan rencana Mada. Padahal sudah sering Mada mengucapkan cinta ke Sofia, tapi hanya dibalas tertawa geli atau “Ada-ada saja kamu, ah.”

Ketika Mada menunjukkan keseriusan dengan menemui ayah Sofia, perempuan yang berprofesi pedagang perlengkapan muslimah di Pasar Ampel, Surabaya, itu walau setengah tak percaya, tak juga menolak.

Sampailah di hari pernikahan mereka. Pagi-pagi, Mada, ayahnya (Ray Sahetapy), kakaknya (Kenes Andari) dan rombongan sudah siap di rumah Sofia untuk akad nikah. Sofia masih dirias di kamarnya di lantai 2.

Penghulu datang. Mada dan ayah Sofia sudah mengambil tempat, duduk berhadapan dipisahkan meja rendah yang di atasnya ada maskawin dan Quran. Sofia tak kunjung keluar kamar.

Hingga dirasa sudah terlalu lama menunggu, ayah Sofia diikuti Mada mendatangi kamar Sofia. Kamar itu terkunci. Pintunya harus didobrak dan mendapati tak ada siapa pun di dalam kamar. Jendela terbuka. Ada seprai terikat ke kusen tengah jendela, bersambung dengan seprai lain menjuntai ke luar jendela.

Mada, yang tak tahu di mana kesalahannya, kini “marah” pada Tuhan. Ibunya (Pipik Dian Irawati) dipanggil saat Mada kanak-kanak, lalu sekarang calon istri meninggalkannya di meja penghulu tanpa pesan apa pun.

Berbekal ransel, Mada melarikan patah hatinya ke Thailand. Rave party demi rave party dia datangi. Mabuk di pantai sampai tak sadarkan diri untuk lanjut mabuk lagi esok malamnya.

Suatu dini hari, dalam kondisi teler dia dan seorang kawan bule berjalan kaki ke penginapan. Keduanya tanpa sengaja memasuki kawasan preman. Klahan (Dimas Argoebie) si kepala preman mengincar dompet Mada. Mereka duel yang mengakibatkan tewasnya Klahan.

Urusan tidak berhenti di situ. Staf Kedutaan Besar RI di Bangkok (Dion Wiyoko) mencari Mada karena ada laporan seorang turis WNI membunuh warga lokal. Mada disarankan pulang, tapi dia menolak.

Pun ketika kakaknya mengabarkan ayahnya meninggal di Tanah Suci, dia tetap tak mau pulang. “Ke mana sajalah, asal jangan di sini,” itu saran terakhir staf kedubes.

Maka pagi-pagi sekali, Mada dan ranselnya sudah berada di terminal bus. Vietnam yang dia tuju. Perjalanannya tanpa arah yang jelas, tak tahu akan berujung di mana. Dia hanya ingin membawa lari sakit hati dan rasa marahnya pada Tuhan.

Menjelang Lebaran Haji 2014, penonton bioskop Indonesia disuguhi film religi Haji Backpacker yang bercerita tentang pencarian batin seorang pemuda hingga membawanya ke banyak negara. Luka di perut akibat sabetan pisau kepala preman di Thailand itu mengakibatkan tubuhnya demam saat di Vietnam, lalu disembuhkan di Tiongkok.

Di tiap negara yang dikunjungi, Mada mendapat banyak guru spiritual, yang tanpa disadari, selangkah demi selangkah dia kembali ke jalan lurus yang dulu sekali pernah diajarkan ibunya.

Film ini tidak ada hubungannya dengan buku Haji Backpacker (2009 dan 2010) yang ditulis Aguk Irawan. Dua buku itu memberi tips bagaimana berhaji lewat cara backpacking, berhaji dengan biaya murah. Murah sekali.

Dan tak lama lagi, film Haji Backpacker akan dibuat versi novelnya oleh “pemilik asli” Haji Backpacker, Aguk Irawan.

Film ini memanjakan kita dengan pemandangan negara-negara lain yang eksotik. Ada kota tua Lijiang di Tiongkok dengan atap-atap rumah berbentuk pelana, danau Hoan Kiem di Hanoi yang di tengahnya terdapat Menara Kura-kura, dan istana Potala yang megah berdiri di atap dunia.

Narasinya menggunakan alur maju-mundur, dengan adegan pembuka ketika Mada disekap pasukan pemberontak di Iran. Alur begini mengharuskan penonton berkonsentrasi penuh, ibarat menempatkan keping demi keping puzzle di tempatnya, hingga kemudian alur berjalan maju sampai berakhir.

Akting para aktris dan aktornya jempolan. Laudya yang berperan sebagai Maryati, atau dalam profesinya sebagai masseuse di kawasan lampu merah Bangkok bernama Marbel, harus bicara bahasa Thai lumayan banyak.

Maryati sebenarnya sudah capek bergenit-genit sebagai Marbel, dan ingin pulang kampung, membentuk keluarga, hidup tenang, dan jadi Maryati lagi. Karakternya mewakili banyak perempuan migran Indonesia yang terpaksa bertahan di tempat kerja yang tidak manusiawi karena masih menanggung banyak utang pada penyalur kerja.

Laura Basuki menyita perhatian penonton juga sebagai Suchun, putri ustad di Lijian. Dalam dialek Mandarin, dia menyebut nama Mada jadi “Matha” dan akhirnya yang punya nama pun pasrah dipanggil demikian. Suchun adalah penerjemah antara Mada yang berbahasa Inggris dan ayahnya yang berbahasa Mandarin.

Lepas dari akting yang keren, dua bintang utama, Abimana dan Dewi Sandra, jadi identik dengan film-film yang dilabeli “religi” setelah sebelumnya aktris dan aktor ini membintangi 99 Cahaya di Langit Eropa (2013) yang disambut antusias penonton.

Sekarang sinetron Catatan Hati Seorang Istri yang dibintangi Dewi Sandra masih tayang di televisi. Kalau ini zona nyaman bagi keduanya, sebaiknya alarm segera dibunyikan karena zona nyaman seringkali membahayakan. Sangat sayang jika talenta Abimana dan Dewi Sandra tak digali untuk genre lain.

***
Dimuat di Majalah Detik edisi 149, 6-12 Oktober 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.