Depp Kembali ke Klasik

 

Johnny Depp, scott cooper, Black Mass, film Black Mass, Black Mass movie

Setelah kerja sama rahasia dengan FBI, Bulger jadi penjahat yang terjahat di Boston. Suguhan terbaik Johnny Depp.

Oleh Silvia Galikano

Judul: Black Mass
Genre: Biography, Crime, Drama
Sutradara: Scott Cooper
Skenario: Mark Mallouk, Jez Butterworth
Produksi: Warner Bros Pictures
Pemain: Johnny Depp, Benedict Cumberbatch, Dakota Johnson
Durasi: 2 jam 2 menit

Setelah kelamaan berlibur di Karibia, Johnny Depp akhirnya kembali bermain serius. Kali ini di Black Mass, yang diangkat dari kisah nyata gangster besar yang sarat adegan pembunuhan, penyiksaan, pengkhianatan, dan balas dendam. Semua berangkat dari kerja sama rahasia antara geng kriminal kelas atas Boston dan FBI.

Winter Hill Gang milik James “Whitey” Bulger (Johnny Depp) adalah penguasa Boston Selatan, tak lama setelah Bulger dibebaskan dari satu dekade hukuman penjara federal, termasuk Alcatraz. Geng ini menjalankan bisnis pemerasan, penipuan, narkoba, hingga pencucian uang.

Adik Bulger, Billy (Benedict Cumberbatch) yang merupakan senator paling berpengaruh di negara bagian Massachusetts, menutup mata atas sepak terjang abangnya. Satu-satunya yang tak dapat Bulger kontrol adalah takdir atas anak tunggalnya, bocah laki-laki berusia 6 tahun yang mati akibat reaksi alergi suntikan. Ditambah dengan kematian ibunya, kegembiraan hilang dari wajah Bulger.

Pada 1975, FBI mengajaknya “kerja sama” menggulung mafia Italia, keluarga Angiulo, yang menguasai Boston Utara. Tentu saja Bulger tak menolak, karena mengalahkan Angiulo berarti tiket untuk menguasai seluruh Boston.

Informasi yang dia berikan pada agen FBI John Connolly (Joel Edgerton) membuat Angiulo dapat diringkus. Seluruh Boston kini milik Bulger. Connolly, yang tak lain kawan masa kecil, dia jadikan “Yes Man”-nya.

Dari preman kampung di kawasan kumuh Boston, Winter Hill Gang jadi gangster besar karena operasinya dilindungi FBI. Mereka berlanjut membunuh sejumlah pengusaha berpengaruh seiring ambisi Bulger yang ingin meluaskan usaha di luar Boston, yang artinya sudah di luar perjanjian rahasia dengan FBI. Keberatan Connolly tak diindahkan.

Sementara itu, di internal FBI baru saja terjadi pergantian pimpinan. Bos baru ini dikenal lurus dan tak kenal ampun. Segera dia mengendus ada yang tak beres dengan Connolly serta cara FBI menangani Winter Hill Gang dan Bulger.

Usai mendapat nominasi pertama Oscar sebagai Aktor Terbaik dalam Pirates of the Caribbean (2003), Johnny Depp seakan-akan terkubur dalam karakter Jack Sparrow melalui tiga sekuel Pirates (yang ke-4 disiapkan untuk 2017).

Banyak bakatnya jadi tersia-sia. Padahal Sparrow diterima publik tak lebih sebagai pengisi kekosongan akibat absen panjang Indiana Jones yang tanpa pengganti. Peran yang lebih “konvensional” di The Tourist (2010) dan Transcendence (2014) tak lebih dari perilaku bunglon. Black Mass musti menggantikan semua itu.

Dalam film baru ini, Depp sekali lagi memakai kulit latex dan wig metamorfik agar sebisa mungkin mendekati kondisi nyata. Rambut pirang tipis disisir ke belakang, gigi menghitam, dan bola mata biru (menggunakan contact lens).

Jaket kulit hitam menguatkan pengaruhnya; kalung rantai emas melingkari leher; kacamata hitam aviator menggantikan topi fedora khas gangster; dan bayang-bayang para aktor di fasad yang dingin. Terasa sekali ikatan tak kasat mata ke tonggak film-film gangster, seperti Goodfellas (1990), Carlito’s Way (1993), The Departed (2006), dan Donnie Brasco (1997) yang dimainkan Depp.

Dia menyelam hingga ke dasar untuk memerankan sosok James “Whitey” Bulger, gembong penjahat Boston Selatan dari era 1970-an hingga 1994, disusul jadi buronan selama 16 tahun. Dari puluhan nama, Bulger hanya dikalahkan Osama Bin Laden dalam daftar Sepuluh Paling Dicari FBI.

Sutradara Scott Cooper tak pernah memaksa Depp untuk “berakting”. Tak ada momen ledakan emosi a la Al Pacino, tak ada akting membanting-banting tak masuk akal seperti Pesci. Bulger menghadapi kehilangan yang berat dengan menggemertakkan gigi dan membalikkan meja, tak pernah berlebihan.

Sewaktu Bulger tanpa ekspresi menembakkan peluru ke arah anggota geng yang tak sepakat atau mencekik musuh dengan tangan kosong, dia jadi sesosok malaikat maut yang metodikal dan sadar benar apa yang dilakukannya.

Cooper melipatgandakan adegan kekerasan guna mendapat impact visual yang tajam dan menunjukkan bagaimana realisme jalanan. Dia menghindari tindakan ekstrem dan bentuk adegan potong-cepat seperti yang sekarang sedang jadi tren.

Namun khusus beberapa adegan kunci dramatis dalam ruang, Cooper tampaknya mendekati penampilan film-film Godfather, dengan pendekatan kerja yang sangat mirip Coppola. Komposisinya dimulai secara hati-hati, shotshot keren dibuat dengan keketatan yang tak biasa, dan close-up-nya terjaga.

Mark Mallouk dan Jez Butterworth menulis skenario berdasarkan testimoni anak buah lama Bulger usai mereka ditahan dan saat bos mereka masih buron. Komentar mereka tak bertentangan, bahwa Bulger adalah penjahatnya penjahat, orang paling jahat di Boston. Tindakannya benar-benar mengerikan. Dia bisa memberi perintah tanpa satu kata pun kepada anggota geng.

Setelah akhirnya tertangkap dalam usia 80-an, Bulger divonis dua kali hukuman penjara seumur hidup plus lima tahun setelah didakwa 19 kasus pembunuhan, pemerasan, penipuan, penjualan narkoba, dan pencucian uang.

Aktor-aktor pendukung membuat penampilan Depp makin bersinar, yakni Adam Scott dan Kevin Bacon sebagai agen federal, serta Corey Stoll sebagai jaksa federal yang bertekad mengalahkan Bulger.

Cumberbatch demikian elegan sebagai adik Bulger yang berhasil keluar dari daerah kumuh, punya sembilan anak, dalam jangka panjang mengabdi sebagai Presiden Senat Massachusetts, lalu jadi Presiden University of Massachusetts. Kali ini tak ditemui Cumberbatch beraksen Inggris.

Depp sekarismatik karakternya, meyakinkan dan mengerikan. Insting Depp untuk mengamati, menjaga, dan memperkaya sesuatu, lalu dikeluarkan saat dibutuhkan, mendapat ganjaran besar di sini. Penampilannya jauh lebih meyakinkan dibanding peran gangster sebelumnya, sebagai John Dillinger dalam Public Enemies (2009) garapan Michael Mann. Salah satu yang terbaik dalam kariernya, dan klasik.

***
Dimuat di Majalah Detik edisi 199, 21-27 September 2015

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.