Jembatan Spionase Perang Dingin

 

Donovan, seorang pengacara asuransi, ditugaskan membela mata-mata Soviet yang tertangkap di Amerika. Sekali lagi, kerja sama Spielberg dan Tom Hanks dalam memberi karya bermutu.

Oleh Silvia Galikano

Judul: Bridge of Spies
Genre: Biography, Drama, History
Sutradara: Steven Spielberg
Penulis: Matt Charman, Ethan Coen
Produksi: Dreamworks
Pemain: Tom Hanks, Mark Rylance, Alan Alda
Durasi: 2 jam 35 menit

Perang Dingin sedang di puncaknya. Mata-mata Soviet di Amerika, Rudolf Abel (Mark Rylance), ditangkap FBI setelah membocorkan informasi rahasia tentang atom. Semua orang menginginkan Abel dikursi-listrik.

Pengacara asal Brooklyn, James B. Donovan (Tom Hanks), ditugaskan firmanya untuk membela Abel. Donovan sebenarnya pengacara spesialis asuransi, bukan politik, apalagi urusan mata-mata. Dia pun dikenal sebagai pria rumahan yang lurus. Tugas ini tantangan yang besar bagi Donovan… dan keluarga.

Pengadilan memutuskan penjara seumur hidup untuk Abel. Donovan maju banding. Abel jadi orang yang paling dibenci di AS. Donovan pun kena imbas. Istri dan anak-anak Donovan khawatir akan keselamatan mereka sekeluarga. Bahkan Abel sedari awal sudah mewanti-wanti untuk hati-hati.

Benar saja. Pada suatu malam, lantai atas rumah Donovan diberondong tembakan dari sekelompok orang misterius. Tak ada korban, namun sejak itu rumahnya mendapat penjagaan khusus.

Sementara itu, pilot pesawat mata-mata U-2 Amerika, Francis Gary Powers (Austin Stowell), ditangkap di Soviet. Seorang mahasiswa pascasarjana Amerika, Frederic Pryor (Will Rogers), juga ditangkap di Berlin Timur pada masa awal pembangunan Tembok Berlin.

Sekali lagi, Donovan ditugaskan, kali ini oleh CIA, membuat perundingan dengan Soviet dan Jerman Timur untuk menukar Abel dengan Powers dan Pryor. Satu tahanan ditukar dengan dua tahanan.

Donovan, warga sipil yang beroperasi tanpa perlindungan pemerintah AS, masuk dalam pusaran peristiwa dunia, bolak balik antara CIA, Jerman Timur, dan Soviet. Seorang pengacara asuransi yang akhirnya berurusan dengan diplomasi internasional.

Sudah berkali-kali Steven Spielberg dan Tom Hanks bekerja kompak dan memberi karya-karya bermutu. Semakin berlipat mutunya ketika mereka mengangkat kisah orang-orang hebat dari generasi sebelumnya yang berjuang di garis depan perang, seperti di Saving Private Ryan (1998) dan Band of Brothers (2001).

Sebelumnya, Spielberg mengksplor isu-isu sosial, mulai dari The Color Purple (1985) hingga Schindler’s List (1993). Belakangan, dia menggarapnya dengan cara ringan namun tak berkurang bobotnya, seperti bagaimana Lincoln (2012) berupaya memberi pelajaran penting tentang membuat perundingan politik.

Di samping tempo yang terukur dan terencana, Bridge of Spies menarik berkat penyutradaraan cerdas Spielberg dan penampilan solid Hanks. Menyusul akting mumpuni Rylance sebagai Abel yang misterius, serta dukungan yang kuat dari Alan Alda sebagai Thomas Watters Jr., salah satu negosiator, dan Amy Ryan sebagai Mary, istri Donovan.

Ada ketegangan yang mendidih dengan visual cantik dan sudut pandang teknis yang dramatis, sebuah pujian bagi sinematografer Janusz Kaminski. Sejumlah adegan berlatar belakang cahaya redup menerobos jendela beku menambah bobot bagi film ini, juga adegan pembagian Berlin yang mengesankan.

Bridge of Spies adalah contoh bagus bagaimana menggabungkan gambar dan menyusunnya dengan mulus, kemampuan yang sangat dikuasai Spielberg. Sang sutradara kerap menggunakan gambar-gambar atau sekadar ke-diam-an untuk mengekspresikan sesuatu, alih-alih bicara.

Ada beberapa momen menegangkan yang secara cerdas ditekankan, seperti Abel dan Powers yang sengaja menyimpan informasi. Adegan Abel bicara bahasa Rusia dan di layar tak muncul subtitle terjemahan dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Donovan, dengan wajah tegang, bicara bahasa Jerman pada tentara Jerman Timur, juga tanpa subtitle apa pun. Penonton pun dibuat bertanya-tanya, bahkan khawatir, apa yang terjadi?

Karya terbaru Steven Spielberg ini drama yang secara rapi membungkus pelajaran tentang kewarganegaraan, tentang penegakan keadilan bagi musuh sekalipun.

Detailnya diperhatikan benar, meski yang ditampilkan adalah stereotipe Hollywood, seperti pasangan muda yang dipisahkan oleh politik atau istri yang mendukung suami. Namun hal tersebut tidaklah menyolok. Keberadaannya penting juga. Seperti halnya kejujuran, keadilan, dan sopan santun yang berlaku umum.

***
Dimuat di Majalah Detik edisi 204, 26 Oktober – 1 November 2015

One Reply to “Jembatan Spionase Perang Dingin”

Leave a Reply to JHONI BUKHARI Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.