Suleyman Gunduz dan Potret Yerusalem dari Zaman ke Zaman

Foto-foto Suleyman Gunduz tak ada yang berjudul. Dia membebaskan siapa saja yang melihat untuk memberi interpretasi, merasakan apa yang terpampang di karyanya.

Oleh Silvia Galikano

Sebuah foto menunjukkan seorang pria bersujud di pelataran Masjid Al Aqsa. Hanya tampak kafiyeh hitam putih di punggung melapisi gamis hitam.

Tanpa sajadah, wajahnya langsung menyentuh lantai batu berwarna kuning. Tak ada orang lain di sekitarnya.

Sementara itu, foto di sebelahnya seolah-olah zoom-out dari foto pertama. Masjid Al-Aqsa tampak di kejauhan, sekadar jadi latar belakang dari kawat duri yang bergulung-gulung mengurung, menjadikan tempat suci itu terpenjara.

Dua foto dari tahun 2008 karya fotografer Turki, Suleyman Gunduz, berbicara banyak tentang Yerusalem kontemporer.

Tak ada pekerjaan, tak makanan, tak ada penerangan. Hanya shalat yang dapat dilakukan untuk sejenak lepas dari tekanan demi tekanan politik.

Dua foto Suleyman itu berada bersama 63 foto Yerusalem klasik karya berbagai fotografer, dipamerkan dalam Jerusalem: History and Civilization di Galeri Nasional Indonesia, 16-20 Desember 2015. Pameran ini adalah bagian dari Peringatan Hari Internasional Solidaritas terhadap Rakyat Palestina dan Organisasi Kerjasama Islam yang dihelat pada 14-15 Desember di Hotel Borobudur, Jakarta.

“Keadaan sebenarnya lebih suram dibanding yang terlihat di foto,” ujar Suleyman saat pembukaan pameran, Rabu (16/12) petang. “Walau suram masih ada yang shalat, satu-satunya kegiatan yang dapat dilakukan di Al Aqsa dalam situasi tak pasti.

Foto-foto Suleyman tak ada yang berjudul. Dia membebaskan siapa saja yang melihat untuk memberi interpretasi, merasakan apa yang terpampang di karyanya.

Sudah sejak tahun 2000 dia memotret kehidupan di Yerusalem. Untuk acara ini, Suleyman menyeleksi 500-an fotonya yang bertema Yerusalem.

Foto-foto hitam-putih klasik menampilkan pemandangan Yerusalem pada masa akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, hasil seleksi album milik Yildiz Palace, bekas istana kekaisaran Ottoman di Istanbul, Turki, dan arsip koleksi Pusat Riset Sejarah, Seni, dan Budaya Islam (IRCICA), Turki.

Yerusalem adalah ibukota negara Palestina. Kota ini dikenal juga dengan sebutan Alquds dan Bait Almaqdis.

Saat pembentukan negara Israel pada 1948, kawasan barat Yerusalem diduduki dan dibersihkan dari penduduk asli Palestina. Dan pada 1967, perang melengkapi pendudukan militer dan pencaplokan Israel atas sebagian kawasan timur Yerusalem.

Komunitas Internasional melalui PBB tidak pernah menerima tindakan tindakan-tindakan pemerintah Israel yang sengaja mengubah identitas demografi, politik, budaya, dan spiritual Yerusalem, khususnya sisi timur.

Bagi orang Indonesia, Yerusalem punya tempat khusus, tercermin dari tingginya jumlah peziarah umat Kristen dan Islam dari Indonesia ke Kota Suci itu, yang mencapai lebih dari 50.000 per tahun.

Sedangkan bagi masyarakat Internasional, Yerusalem adalah rumah bagi situs-situs agama monoteisme, yakni Masjid Al Aqsa bagi Muslim, Gereja Holy Spulcre bagi Kristen, dan Al-Haram asy-Syarif (Temple Mount) dan Dinding Barat bagi Yahudi. Pada 1981, Yerusalem dimasukkan dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.

***
Dimuat di CNNIndonesia.com, 17 Desember 2015

One Reply to “Suleyman Gunduz dan Potret Yerusalem dari Zaman ke Zaman”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.