Goresan Srihadi di Lembar Kertas

srihadi soedarsono, pelukis srihadi
SRIHADI SOEDARSONO, Costa del Sol Torremolinos, 7 Mei 1977. (Foto Silvia Galikano, 2016)

Oleh Silvia Galikano

Publik lebih banyak mengenal Srihadi Soedarsono sebagai pelukis selama rentang 70 tahun karier kesenimanannya. Sebetulnya dia juga membuat dan mengarsipkan dengan baik karya-karya pada media kertas, berupa sketsa, drawing, dan cat air.

Karya-karya bermedia kertas tersebut kini dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, bertajuk 70 Tahun Rentang Kembara Roso pada 11-24 Februari 2016. Pembukaan pameran pada 11 Februari 2016 dibarengi dengan peluncuran buku Srihadi Soedarsono: 70 Years Journey of Roso.

Kurator Rikrik Kusmara, mengungkapkan, pameran ini menampilkan 441 karya yang terbungkus dalam 347 frame yang dibuat sejak Srihadi berusia 14 hingga 84 tahun saat ini.

Mengkhususkan pada karya-karya dalam media kertas seolah menampilkan sisi lain yang tidak banyak diketahui publik, seperti sketsa dan drawing Hotel Garuda Yogya (1946), sketsa Rapat Umum Bung Tomo Membalas Larangan Berbitjara (1947), drawing Granada, Spain (1977), sketsa Bedaya Keraton (1995), hingga drawing Pagan, Myanmar (2007).

Karya-karya sketsa, drawing, dan cat air dengan karakter spontan ibarat catatan-catatan pengalaman “merasakan dan memaknai” berbagai peristiwa. Momen yang ingin segera digambarkan, selain memiliki nilai kontekstual.

Arsip yang disimpan sejak tahun 1946, menunjukkan Srihadi muda yang berusia 14 tahun telah memiliki kemampuan membuat gambar dengan teknik yang sangat baik. Kemampuan menggambar ini ia kembangkan secara otodidak di masa kecil dan remaja.

Berbagai alat gambar dicoba, seperti pensil, arang, pastel, tinta, dan cat air, hingga dia terlatih memahami karakter material.

Pada saat bersamaan, Srihadi mengasah intuisi, yang di kemudian hari dipahaminya merupakan faktor “roso”. Roso adalah dimensi kompleks “cara penilaian” yang tumbuh dari nilai-nilai spiritual Jawa, nilai-nilai Islam, serta nilai-nilai universal kemanusiaan yang dipertemukan dengan otoritas subyektif dalam penilaian estetik.

Karenanya, mengkhususkan pameran pada karya-karya media kertas merupakan bentuk retrospektif untuk mengkaji kembali dimensi roso yang menjadi titik sentral Srihadi berkarya.

srihadi soedarsono, pelukis srihadi
SRIHADI SOEDARSONO, Ballerina (judul seluruh sketsa), chinese ink, 1953. (Foto Silvia Galikano, 2016)

Pameran ini dibagi ke dalam berapa pengelompokan besar, yakni Sketsa; Perundingan Komisi Tiga Negara Kaliurang, 1948; Periode Bandung Bali 1952-1959; Periode Amerika Serikat Ohio State University, 1960-1962; Periode Perjalanan Mengamati Peradaban Dunia 1970-2006; Karya Program Singapore Tyler Prints Institute (STPI) 2005; dan Periode Perjalanan Asia 2006-2007.

Pembagian periode itu juga memudahkan pengunjung melihat Srihadi berkembang seiring makin sederhana tarikan garisnya.

Goresan-goresan sketsa di masa awal, baik dengan pensil maupun pena, punya karakter spesifik, yakni pembubuhan warna secara cepat, yang sebetulnya tanda-tanda khusus untuk dielaborasi lebih lanjut pada karya lukis pada kanvas.

srihadi soedarsono, pelukis srihadi
SRIHADI SOEDARSONO, Rapat Umum Bung Tomo Membalas Larang Berbitjara, pencil, 27 Desember 1947. (Foto Silvia Galikano, 2016)

Dalam seri Perundingan KTN Kaliurang, 1948, Srihadi yang saat itu sebagai Wartawan Pelukis Balai Penerangan Tentara Divisi IV, ditugaskan mendokumentasikan perundingan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia yang melibatkan Komisi Tiga Negara (KTN). Negara-negara tersebut adalah Belgia sebagai pilihan pihak Belanda, Australia sebagai pilihan Indonesia, dan Amerika Serikat sebagai pilihan keduanya.

Srihadi diberi waktu menggambar wajah masing-masing delegasi hanya pada jam istirahat, dan masing-masing cuma lima menit. Dengan alasan autentisitas dan kesadarah sejarah, seusai menggambar, Srihadi selalu meminta para delegasi untuk menandatangani karya-karyanya.

Karya-karya tersebut disimpan di Balai Penerangan di Solo. “Namun kemudian Balai Penerangan dibom Belanda. Untungnya Srihadi menyimpan sebagian karya sketsanya,” kata Rikrik.

Periode Bandung Bali 1952-1959 adalah saat beberapa kali Srihadi berkunjung ke Bali. Dia menyebut masa tersebut sebagai masa kontemplasi dan memikirkan kembali apa yang dia cari dari seni lukis.

Dalam “pencarian” tersebut, Srihadi menemukan jawaban esensial tentang alam (mikrokosmos dan makrokosmos) berupa penghadiran “garis” (dalam gambar) yang membentuk makna horison.

Logika “roso” ditemukan Srihadi saat kuliah magister di The Ohio State University (OSU), AS. Selama menjalani studi di sini, dia memiliki kebebasan bereksperimen dan melakukan eksplorasi. Dia juga merasa memiliki visi artistik yang lebih kuat, cermat, dan kritis tentang warna.

srihadi soedarsono, pelukis srihadi
SRIHADI SOEDARSONO, Granada, Spain, 10 Mei 1957. (Foto Silvia Galikano)

Sejak 1970-an Srihadi kerap melakukan perjalanan ke berbagai negara. Imajinasinya tentang “dunia Barat” saat masa kecil dan hasrat untuk terus menambah ilmu telah bertransformasi menjadi hasrat melihat dan menghayati dunia yang luas dan ragam peradaban.

Ia merekamnya dalam karya-karya yang umumnya menggunakan pendekatan cat air, yang secara estetik memperlihatkan pencarian unsur reduksi dan kesederhanaan.

Dia menorehkan kesan peradaban yang kompleks dengan garis-garis detail pada bentuk arsitektur bangunan kota di Eropa. Kesederhanaan ditunjukkan lewat kepekaannya dalam menempatkan warna cat air.

Karya-karya pada periode ini banyak menampilkan tema landscape dan cityscape dalam prinsip horison, konsep yang telah bertransformasi dibanding awal saat di Bali tahun 1950-an.

Borobudur, yang hampir selalu muncul dalam setiap periode berkarya, menunjukkan transformasi itu dari zaman ke zaman. Ada enam tema Borobudur yang ditampilkan dalam pameran ini, dari garis-garis yang menonjolkan detail dalam karya sketsa tahun 1946, hingga Borobudur yang menonjolkan garis horison sebagai simbol spiritualitas.

Melihat lengkapnya setiap periode besar terwakili dalam pameran ini, tak berlebihan jika Srihadi menyebut 70 Tahun Rentang Kembara Roso adalah pameran terbesar yang pernah dia lakukan.

***
Dimuat di CNNIndonesia.com, 12 Februari 2016

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.