Mencari Air di Taman Air Sunyaragi
Oleh Silvia Galikano
Seperti halnya Tamansari di Yogyakarta, Taman Air Sunyaragi atau Gua Sunyaragi adalah istana yang dikelilingi air dengan konstruksi menakjubkan pada zamannya. Terdiri dari gua-gua, bagian luar terdiri dari susunan karang, bagian dalamnya adalah bata berlapis semen, dan beberapa tiang serta menaranya dari kayu. Teknologi pengaliran air terbilang canggih, serta arsitektur unik yang juga mengagungkan nilai-nilai spiritual.
Istana yang dikelilingi air. Untuk pergi ke bagian lain dari Taman Air, keluarga kerajaan menggunakan sampan yang tertambat di beberapa bagian istana. Bisa dibayangkan kala itu bersampan keliling istana…mmm romantis juga.
Baca juga Dua Rumah Ibadah di Satu Masa
Taman Air Gua Sunyaragi berada 5 km arah barat dari jantung kota Cirebon, di Kelurahan Sunyaragi, Kecamatan Kesambi, Cirebon, Jawa Barat dan terletak tepat di sisi jalan by pass Brigjen Dharsono.
Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon yang disusun tahun 1720, Tamansari Gua Sunyaragi dibangun Pangeran Kararangen, nama lain dari Pangeran Arya Carbon pada tahun 1703 M, patih Kerajaan Kasepuhan pada masa pemerintahan Pangeran Aria.
Namun demikian ada beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan yang menyebut Tamansari dibangun karena Pesanggrahan Giri Nur Sapta Rengga berubah fungsi menjadi pemakaman raja-raja Cirebon yang sekarang dikenal dengan nama Astana Gunungjati. Apalagi jika dikaitkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sebelum dipecah menjadi Keraton Kasepuhan dan Kanoman) pada tahun 1529 M, misalnya dengan membangun Sitinggil dan tembok keliling keraton.
Argumentasi ini diperkuat dengan adanya Taman Bajenggi Obahing Bumi, chandrasengkala yang berarti tahun 1451 Saka atau 1529 M, tahun dibangunnya Taman Air ini. Selain itu, ada pula penjelasan bahwa Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan, dua di antara 12 bagian Taman Air Sunyaragi.
Baca juga Dua Keraton Cirebon di Impitan Dua Budaya Besar
Petilasan yang berdiri di atas tanah 18.460 meter persegi menghadap timur ini dibangun sebagai tempat bertapa, tergambar dari nama tempat ini. Sunyaragi berasal dari gabungan kata sunya yang berarti sepi, dan ragi yang berarti jasmani. Sunyaragi berarti menyepi untuk bertapa mencapai ketenangan jiwa.
Selain tempat menyepi, Sunyaragi juga punya fungsi sebagai tempat peristirahatan keluarga Sultan Keraton Kasepuhan. Di sini pula para pembesar keraton dan prajurit bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan.
Meski begitu, setiap pergantian pemerintahan, berganti pula fungsi Sunyaragi dan ada saja perubahan bentuk fisiknya disesuaikan dengan kebutuhan sultan yang memerintah. Karenanya, dari fungsi semata tempat beristirahat dan bertapa, Taman Air Sunyaragi berfungsi pula sebagai tempat mengatur strategi perlawanan, pembuatan senjata, juga pusat latihan olah keprajuritan kerajaan, seperti yang dilakukan Sultan Matangaji Tajul Arifin.
Setelah sempat dihancurkan Belanda tahun 1787, Sultan Adiwijaya kemudian merenovasi Taman Air Sunyaragi tahun 1852 dengan menugaskan arsitek asal Tiongkok, Tan Sam Cay, yang konon kemudian disekap dan dibunuh karena membocorkan rahasia istana air ini ke tangan Belanda. Karenanya di sini ada Monumen Kuburan Cina yang dipercaya sebagai kuburan sang arsitek, berada di kerimbunan pohon beringin tua.
Baca juga Ziarah Sang Menteri
Material Taman Air Sunyaragi sebagian besar terdiri dari batu karang laut, sebagian lagi terbuat dari bata dan kayu. Material karang bisa dibilang yang paling awet dibandingkan dua material lain yang terbuat dari bata berlapis semen yang sudah banyak hasil renovasi, namun tidak demikian dengan karang laut.
Menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut, khusus untuk mengangkat dan mengangkut karang-karang dari Laut Jawa ke petilasan ini dulu dikerahkanlah jin. Entah ada atau tidak hubungannya dengan keawetan material karang di petilasan ini.
Sunyaragi terakhir kali digunakan oleh Sultan Sepuh Safiuddin pada abad ke-18 sebagai tempat persembunyian serta untuk menyusun kekuatan melawan Belanda. Selain tentu saja sesuai fungsi utamanya sebagai tempat peristirahatan dan menyepi bagi keluarga Keraton Kasepuhan.
Taman Air Sunyaragi terbagi menjadi 12 bagian yang luas. 1) Gua Pengawal sebagai pusat prajurit yang mengawasi keadaan istana. 2) Bangsal Jinem sebagai tempat pertemuan tamu-tamu keraton, juga tempat sultan memberi wejangan dan melatih prajurit.
3) Gua Peteng (peteng berarti gelap) tempat para pangeran dan sultan lelaku (bersemedi, berkontemplasi) untuk mendapat kekebalan tubuh.
4) Gedung Penembahan yang terdiri Ruang Kaputran tempat para pangeran bersolek, dan Ruang Kaputren tempat para putri bersolek.
5) Balai Kambang (asal kata mengambang/ mengapung adalah bangunan seluas 25 meter persegi yang di zaman dulu dikelilingi air, sehingga para tamu bisa langsung masuk dari pintu pertama menuju Balai Kambang dengan menggunakan perahu. Kedatangan tamu akan disambut dengan tabuhan gamelan oleh para abdi keraton.
6) Gua Padang Ati (padang artinya terang) adalah tempat bersemedi para pangeran mencari petunjuk Ilahi.
7) Gua Kelanggengan dipercaya tempat bersemedi untuk meminta kelanggengan rumahtangga atau bagi yang ingin segera mendapat jodoh. Di masa sekarang, Gua Kelanggengan digunakan juga oleh pejabat untuk tujuan mendapat kelanggengan jabatan.

8) Gua Pande Kemasan tempat membuat senjata tajam. 9) Gua Simayang tempat pos penjagaan.
10) Gua Pawon, dapur dan tempat penyimpanan makanan.
11) Gua Arga Jumud tempat orang penting keraton. 12) Gua Langse tempat bersantai.
Baca juga Plang Salon di Suatu Masa
Selain gua-gua, Sunyaragi pada masanya juga punya taman-taman indah, terbuka, dan dilengkapi tempat duduk dari batu. Taman-taman itu adalah Taman Bajenggi Obahing Bumi; Taman Puteri Bucu dan Perawan Sunti, serta Taman Kaputren.
Ada pula Pesanggrahan berupa bangunan berbentuk rumah tinggal dengan dua kamar ukuran 4,8 x 5,5 meter yang dilengkapi kolam. Dilihat dari bentuknya, pesanggrahan ini bergaya Eropa, selain ada unsur-unsur lokal yang kuat, seperti atap berbentuk limas.
Walaupun bangunan ini adalah istana air, namun kondisi Sunyaragi saat ini betul-betul memprihatinkan. Bukan hanya airnya yang sudah tidak ada, tanahnya bahkan kering kerontang, ilalang pun berwarna cokelat. Jadi, jika berkesempatan ke Sunyaragi, jangan berharap menemukan indahnya taman-taman terbuka tempat tumbuhnya bunga-bunga cantik.
Aliran air yang menjadi ciri Sunyaragi sudah berhenti sejak lama. Danau Jati yang merupakan sumber air utamanya sudah berhenti mengalir.Air hanya dapat ditemukan di kolam dekat Pesanggrahan. Itu pun hanya mengandalkan hujan, airnya kotor berwarna hijau dengan sampah plastik mengapung.
Beberapa bagian gua sudah hancur, ada pula bagian yang harus ditopang bambu agar tidak rubuh. Belum lagi lumut yang menggerogoti bagian dalam sebagian gua.
Tempat yang dulu berfungsi sebagai danau kini dijadikan tempat pembuangan sampah masyarakat. Rumah-rumah penduduk memang berada sangat dekat dengan kompleks istana air. Bahkan, pagar Pesanggrahan berfungsi ganda tempat penduduk menjemur pakaian.
Tulisan tangan yang tak dapat dihapus di dinding dan tiang istana air ini benar-benar membuat mata sepat dan geram. Kegagahan apa yang ingin ditunjukkan dengan menuliskan “Siluman” di sini?
***
Dimuat di Jurnal Nasional Minggu, 2006
Silvia,
Salam kenal,
Saya ingin memberi masukan.
Yang membangun Gua Sunyaragi adalah Tan Sam Cay alias Wiratjoela. Makamnya ada di tengah Kota Cirebon.
Beliau adalah kepercayaan sekaligus bendahara dari Sunan Gunung Jati, juga sepupu dari putri Ing Tien.
Penghormatan baginya ada di Klenteng Ta Lang Cirebon.
Semoga bermanfaat.
Irawan R
085640698338
Terima kasih atas masukannya, Pak Irawan.
Salam kenal.