Horor Cerdas ‘Reva Guna-guna’
Judul: Reva: Guna-guna
Genre: horor
Sutradara : Jose Poernomo
Penulis Naskah : Aviv Elham
Rumah Produksi Film: Spectrum Film, Maxima Pictures, Unlimited Production
Pemain: Angel Karamoy, Pamela Bowie, Marcellino Lefrandt, Wulan Guritno, Ferry Salim,
Oleh Silvia Galikano
Tragedi tengah malam terjadi di rumah Reva (Angel Karamoy). Ibu dan dua adiknya tewas di kamar tidur dalam keadaan bersimbah darah akibat tikaman benda tajam di sekujur tubuh.
Selain tak diketahui siapa pelakunya, tak terlihat jejak orang lain di rumah itu, juga tidak ditemukan benda tajam yang jadi alat bukti.
Saat itu ayahnya (Ferry Salim) sedang ke luar kota. Reva, yang ada di rumah dan selamat tak kurang apa, jadi tersangka utama pasal pembunuhan terencana. Dia diseret ke pengadilan.
Reva menjadi terdakwa adalah ujung keanehan yang dia alami sejak berulang tahun ke-21. Tiba-tiba saja mata batinnya terbuka. Dia bisa melihat hantu.
Saat pandangan itu muncul, Reva seakan-akan sendirian di tempat sunyi dan suram, baik itu di kampus atau di rumah sendiri, lalu tiga hantu akan mendekat.
Selalu hanya tiga hantu. Perempuan tua yang suka mencekik, anak kecil yang senang mencakar, dan perempuan yang bergerak agresif dengan kaki dirantai. Hantu yang disebut terakhir itu paling mengerikan karena menggenggam belati terhunus.
Pengalaman tersebut mengubah perilaku Reva dari mahasiswi Sastra Jepang yang ceria menjadi perempuan pendiam dan selalu ketakutan. Tak ada yang percaya cerita Reva bahwa dia dikejar hantu. Pun ayahnya.
Kembali ke pengadilan, dr. Karina (Wulan Guritno) yang psikiater, jadi saksi meringankan. Dia menyimpulkan Reva mengalami gangguan jiwa dan sebaiknya direhabilitasi, bukan dipenjara. Keputusan hakim mendukung analisis dr. Karina.
Di tempat rehabilitasi, yang dikepalai Nixon (Marcellino Lefrandt), gangguan yang Reva alami tetap berlanjut. Ayahnya, yang masih menganggap Reva berhalusinasi akut, terus menerus menekankan bahwa hantu tidak ada.
Hanya satu yang percaya bahwa Reva tidak sakit jiwa, yakni Devi (Pamela Bowie), sahabatnya di kampus. Devi menyelundupkan paranormal (Iang Darmawan P-Project) ke tempat rehabilitasi untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi pada sahabatnya itu.
Paranormal melihat apa yang selama ini Reva lihat. Dia bahkan bisa menyebut nama tiga hantu tersebut dan spesialisasi masing-masing.
Menurutnya, tiga hantu itu hanya menjalankan tugas meneror Reva. Mereka bekerja untuk satu majikan yang punya niat jahat.
Walau mengklaim bergenre horor, Reva: Guna-guna tidak menggali ketakutan penonton. Dia juga tidak, ataupun iya minor saja, mengandalkan jump-scare (adegan kejut) yang jadi jualan utama banyak film horor Indonesia.
Reva: Guna-guna lebih pas dikelompokkan sebagai thriller yang memainkan perasaan tegang penonton. Bukan seram. Itu sebab keberadaan hantu di sini bukan untuk menakut-nakuti penonton.
Angel Karamoy berhasil keluar dari stereotipenya selama ini sebagai gadis manis bertutur apik. Sebagai Reva, sebagian besar ekspresinya adalah takut, berwajah pucat, kadang rambut pun awut-awutan.
Penampilan Pamela Bowie cemerlang sebagai Devi si pemberani sahabat Reva. Aktingnya tak diragukan lagi dengan pengalaman membintangi puluhan judul sinetron, FTV, dan layar lebar.
Sutadara Jose Poernomo bukan pemain baru di genre horor/ thriller. Sebelumnya dia berhasil menggarap Jelangkung (2001), Pulau Hantu (2007), Rumah Kentang (2012), Km 97 (2013), Mall Klender (2014), dan Tarot (2015).
Dengan jam terbang sebanyak itu, Jose hafal betul karakter penonton horor yang tak dapat disuap dengan jump-scare kosong seperti di banyak film horor kita, dan akhirnya sepi penonton. Didukung skenario solid yang ditulis Aviv Elham, Jose menempatkan hantu yang bukan hanya bertampang seram, tapi juga “punya tujuan”.
Dengan begini, penonton bukan hanya jadi objek yang ditakut-takuti, melainkan diajak berpikir apa yang terjadi di sana dan mengapa hantu ini muncul. Pun mengapa ada orang jahat yang mengguna-guna Reva, alasannya juga sering kita dengar di keseharian.
Itu sebab faktor sosiologis-antropologis bahwa masyarakat Indonesia akrab dengan makhluk halus tak dapat dinafikan sineas yang membuat film horor. Buktinya, setiap tempat di Indonesia punya urban legend sendiri-sendiri dan kisahnya terus disampaikan ke anak-cucu.
Film horor tak akan diterima penonton kalau cuma berisi adegan hantu berpenampilan seram yang kemunculannya tanpa alasan. Bagaikan ‘numpang lewat, entah dari mana mau ke mana, tapi ngagetin.
***
Dimuat di detikcom, Jumat, 15 Maret 2019