‘27 Steps of May’ yang Riuh dalam Kesunyian

Judul: 27 Steps of May
Sutradara: Ravi Bharwani
Penulis skenario: Rayya Makarim
Produser: Rayya Makarim, Ravi Bahrwani, Wilza Lubis
Rumah produksi: Green Glow Pictures dan Go Studio
Pemain: Raihaanun, Lukman Sardi, Ario Bayu, Verdi Solaiman
Oleh Silvia Galikano
Kemunculan sebuah lubang kecil di dinding kamarnya mulai “mengganggu” May (Raihaanun). Dia terganggu saat menjahit, terganggu saat lompat tali (skipping), dan tak nyaman saat hendak tidur.
Dia intip lewat lubang itu. Di sana ada seorang pesulap (Ario Bayu) sedang berlatih memindahkan koin di jari-jarinya. Dan ketika sang pesulap menyadari sedang diintip, pandangan mereka bersirobok, May cepat-cepat menarik tubuhnya. Lubang itu dia tutup lakban berlapis-lapis.
27 steps of may, raihaanun, Ravi Bharwani
Lubang itulah satu-satunya dunia luar yang akhirnya May izinkan masuk dan berinteraksi dengannya setelah delapan tahun mengunci diri di kamar, menolak bertemu orang lain, dan tak bersuara.
Delapan tahun lalu May (diucapkan “Mei”) adalah anak SMP yang gembira. Usianya 14 tahun. Rambut panjangnya dikepang dua.
Suatu hari sepulang sekolah, masih berseragam, dia langsung ke pasar malam, bermain bianglala dan membeli gulali. Pulangnya, di sebuah gang sempit, May dibekap dan ditarik ke sebuah bangunan oleh segerombolan lelaki kekar.
May ditelentangkan di atas meja. Kaki dan tangannya diikatkan ke kaki meja. Gadis ini disiksa dengan dijejali makanan. Kemudian dibekap. Diperkosa. Bergantian.
Masih berbaju seragam SMP, May pulang. Namun seragamnya sudah koyak. Kepangan rambutnya sudah lepas dan rambutnya kusut. Pandangan matanya kosong.
Dia tak menjawab pertanyaan papanya (Lukman Sardi) tentang apa yang terjadi. May sudah tak lagi bicara.


Keseharian May dan Papa sekarang adalah memasang baju boneka. Seorang kurir (Verdi Solaiman) mengantar puluhan boneka Barbie tanpa baju. May dan ayahnya menjahit baju-baju mungil, menempelkan renda, membuat mahkota, mengepang rambut blonde Barbie, lalu memasukkan satu demi satu boneka yang sudah didandani itu ke dalam plastik mika.
Esok hari, boneka-boneka yang sudah didandani diambil kembali oleh kurir yang datang mengantar boneka tanpa baju.
Jika di rumah, Papa seorang penyabar dan penuh kasih terhadap May yang sudah tak bersuara, pada malam hari dia menjadi petarung tinju bawah tanah yang bengis. Kemarahannya pada diri sendiri karena gagal menjaga anak gadisnya dia tumpahkan lewat uppercut dan jap maut. Walau menang dan dapat uang, dia tidak sedang mencari uang di sini.
27 steps of may, raihaanun, Ravi Bharwani
Menonton 27 Steps of May adalah menahan kengiluan demi kengiluan melihat adegan-adegan menggiriskan hati tentang upaya “mengamankan diri” yang dilakukan manusia yang bertahun-tahun membopong trauma masa lalu.
Sutradara Rav Bahrwani telaten mengeksekusi adegan-adegan yang terbilang sulit tersebut. Apalagi, sebagian besar adegan adalah tanpa dialog. Total dialog karakter May, misalnya,  dapat dihitung dengan jari satu tangan.
Statisnya kehidupan May dan Papa selama delapan tahun tanpa bicara digambarkan lewat pengulangan-pengulangan adegan dari pagi sampai malam. Adegan May menyeterika baju, terdengar pintu kamar diketok Papa, May merapikan rambut, May membuka pintu kamar, mereka memasukkan boneka yang sudah didandani ke dalam plastik besar, dan seterusnya.
27 steps of may, raihaanun, Ravi BharwaniBaju May pun sama: baju kerja selama delapan tahun dan piyama tidur selama delapan tahun. Cara May merapikan rambut dengan memasang jepit rambut kanan dulu, baru kiri, dan ditutup dengan mengusap rambut ke belakang.
 
Bisa dibayangkan bagaimana interaksi antara May dan Papa menuntut kualitas akting yang tidak main-main dar Raihaanun dan  Lukman Sardi. Keduanya mampu menyelesaikan tantangan ini dengan cemerlang.
Ide menghadirkan lubang di tembok kamar May terbilang paling jenius. Bagi penonton, lubang ini bisa multitafsir, dan semua tafsir sah-sah saja.
Saya berusaha tak membahas lebih banyak tentang lubang di tembok agar tidak terpeleset menjadi spoiler, melainkan sekadar mengelaborasi mengapa ide ini jenius. Mengapa lubang itu adanya di kamar May, bukan, katakanlah, di ruang makan?
Dengan lubang itu berada di kamar, May bebas menghalanginya dengan rak atau menutupnya dengan plester, atau di kali lain membukanya. “Bebas” dalam artian tidak perlu campur tangan orang lain, tidak juga papanya.

Kejeniusan lainnya, Ravi dan penulis skenario Rayya Makarim menghadirkan sosok kurir (tak disebutkan namanya) sebagai pemecah keheningan di rumah May. Dia tipikal Tionghoa banyak omong tapi hatinya lurus dan tulus membantu. Verdi Solaiman memerankannya dengan ciamik.
Sebagai orang luar, kurir ini hanya boleh masuk sampai bangku halaman (belum sampai teras). Tapi justru dari halamanlah dia bisa masuk ke hati Papa, memberi dorongan, menasihati, dan melihat banyak hal dari sisi positif.
“Iya, iya, tapi semuanya sudah kejadian! Sudah ke-ja-di-an!” Kalimat itu yang diulang-ulang jika Papa mulai mengutuk diri.
Demi menjaga fokus penonton ke ekspresi wajah dan gestur May serta Papa, Ravi meniadakan musik (scoring). Akibatnya, selain fokus, adalah rasa ngilu makin menjadi tiap kali dua tokoh kita itu sedang “menyeimbangkan diri” manakala menghadapi peristiwa yang tidak biasa.
27 Steps of May jika dianalogikan dengan baju, seperti yang tiap hari dibuat May dan Papa, adalah baju berpotongan sederhana tapi tiap pertemuan bagiannya dijahit tangan dengan rapat dan rapi. Semua dikerjakan dengan tekun. Hasilnya adalah baju mahal sebab tak ada orang lain punya ketekunan semenakjubkan ini. Kudos untuk Ravi Bharwani!

***

 

One Reply to “‘27 Steps of May’ yang Riuh dalam Kesunyian”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.