Mengenang setahun wafatnya Nh Dini (29 Februari 1939 – 4 Desember 2018) Oleh Silvia Galikano Bukan sekali-dua dalam diskusi sastra menyoal karya-karya Nh Dini,…
Saya pernah sebut “Maktuo Cengkareng” di tulisan berjudul Maktuo Jatiasih Nama Maktuo adalah Djusna Asif (Bukittinggi 1934 – Jakarta 1995), kakak sulung papa. Nama gadisnya…
Album foto ini saya beli dari penjual barang antik online pada Maret 2019. Informasi yang ada di album foto ini sangat minim, tapi dari yang…
Surat lama berikut saya beli secara online dari penjual barang antik. Saya belum meminta izin kepada orang-orang yang tercantum di surat ini. Semoga beliau-beliau atau…
Surat dari Liem Tjin Sioe di Cilacap untuk Kwee Ing Lay di Parakan, 27 Februari 1963.
Surat dari Sienny Oey di Bandung untuk Kwee Ing Lay di Parakan.
Dua anak Nh Dini, Marie-Claire Lintang dan Pierre-Louis Padang, membuat acara Mengenang Kehidupan, Karya, dan Semangat Nh Dini di Kuta, Bali.
Sebagai jurnalis, juga sebagai seniman, Ging senantiasa menunjukkan kesanggupan untuk menempuh jalan yang tidak mudah. Dia menyiarkan kabar seraya memperjuangkan nilai-nilai yang dia yakini.
Saat kebebasan berpendapat dikekang di masa represif dulu, Ging Ginanjar bisa berada di mana saja. Melesat bagai angin.
Sangat menarik bahwa kisah akhir Sentot Alibasyah terlibat dalam Perang Padri namun dalam posisi yang bertolak belakang.