Sampek-Engtay Melintas Generasi

sampek engtay, teater koma

Sudah 88 kali dipentaskan, Sampek-Engtay versi Teater Koma masih tetap megang! Kisah klasik Tiongkok yang tetap segar dengan racikan unsur lokal Nusantara.

Oleh Silvia Galikano

Pada masa Jakarta masih bernama Betawi, tak lazim perempuan bersekolah tinggi. Sudah bisa membaca dan berhitung, cukuplah. Itu pula yang diinginkan juragan emas di Serang, Ciok (Budi Ros) dan Nyonya Ciok (Ratna Riantiarno) pada putri tunggalnya, Engtay (Tuti Hartati). Pasalnya Engtay ngotot ingin melanjutkan sekolah ke Betawi padahal dia hendak dijodohkan dengan Macun (Pandoyo Adi Nugroho).

Engtay akhirnya berhasil meyakinkan orang tuanya bahwa sekolah itu penting. Dia pun akan menyamar sebagai laki-laki agar tidak merepotkan di sekolah nanti. Mengenai perjodohan, Engtay tidak menolak, hanya minta ditunda hingga sekolahnya rampung.

Sesampai di Betawi, Engtay yang sedang bingung mencari arah jalan ke Sekolah Putra Bangsa di Glodok, berkenalan dengan Sampek yang sama-sama kebingungan. Ternyata pemuda asal Pandeglang itu juga akan menuntut ilmu di sekolah yang sama. Atas inisiatif Engtay, mereka pun sepakat saling mengangkat saudara.

Di asrama, Engtay ditempatkan satu kamar dengan Sampek. Satu ranjang pula. Sampek santai saja, tapi Engtay awalnya kebingungan, lupa bahwa dia sedang menyamar jadi laki-laki. Dia naik ke tempat tidur menunggu Sampek tertidur duluan dan kalau Sampek bergerak sedikit saja, Engtay langsung terlonjak bangun.

Mereka terus bersama-sama, di sekolah dan di asrama, tapi tetap saja Sampek tidak sadar bahwa orang di sebelahnya itu sebenarnya perempuan. Sementara itu, mulai tumbuh bibit cinta di hati Engtay pada laki-laki lugu ini -laki-laki bodoh, dia menyebutnya- tapi bagaimana cara agar Sampek tahu siapa dia sebenarnya?

“Aku hormat padanya sekaligus kasihan. Ibarat kucing, kedua matanya buta. Daging di depan mata dia biarkan. Dia kejar daging lain yang tak ada.”

Kisah itu bisa jadi sudah sangat akrab bagi Anda. Selain karena merupakan cerita rakyat Tiongkok, Sampek-Engtay garapan Teater Koma ini sudah jadi tontonan dua generasi. Pementasan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), 13 – 23 Maret 2013 lalu menandai 25 tahun Sampek-Engtay dipentaskan Teater Koma, terhitung sejak pementasan pertama, 27 Agustus 1988 juga di GKJ. Dan kalau ditotal, Teater Koma sudah 88 kali mementaskan lakon ini, yakni di Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Singapura, Batam, dan Yogyakarta.

Lakon cinta Tiongkok klasik Sampek-Engtay disadur kembali oleh penulis naskah dan sutradara N. Riantiarno dari 12 versi. Riantiarno membuat versi Teater Koma dengan memindahkan peristiwanya ke kawasan Banten dan Betawi berikut kembangan lakonnya yang kerap kocak. Musiknya pun unik karena memadukan unsur bunyi-bunyian dari Tiongkok, Sunda, Betawi, dan musik kontemporer.

Sudah lama sekali Sampek-Engtay dipentaskan di mana-mana dan dalam berbagai gaya dan versi. Untuk menyebut beberapa adalah versi ludruk, versi drama-gong (Bali), serta versi kelompok sandiwara Dardanella yang dipentaskan di Surabaya dan Betawi. Pernah juga di-Jawa-kan oleh sebuah grup (direkam Tio Tek Hong, Betawi) pada 1925 dengan menggunakan gamelan Jawa. Dan sewaktu lakon ini digelar Opera Bangsawan pada 1925, ilustrasinya menggunakan irama waltz dan tango.

Pementasan pertama Sampek-Engtay oleh Teater Koma sempat nyaris dicekal karena mengusung seni Tionghoa yang saat itu dilarang keras. Dan pementasan di Medan pada 20-21 Mei 1989 benar-benar dicekal dengan alasan tanggalnya pas pada Hari Kebangkitan Nasional. Padahal bersamaan dengan hari pentas itu, dipentaskan juga striptis dari Taiwan. Film-film silat Mandarin juga tetap diputar di bioskop.

Dua puluh lima tahun sejak Teater Koma pertama mementaskan Sampek-Engtay, pemain lakon ini sudah alih generasi. Sampek bukan lagi diperankan Idries Pulungan (dia memerankan Sampek pada kurun 1998-2004) yang sekarang jadi asisten sutradara, Engtay juga tidak lagi dimainkan Sari Madjid (1988) yang kini jadi penata panggung. Tentu saja bergantinya pelakon membawa racikan sedap tawa dan haru yang baru pada lakon Sampek-Engtay, dan karenanya kita tunggu racikan lain yang disiapkan untuk tahun-tahun mendatang.

Seiya sekata setia sepanjang masa// Hingga laut tidak asin lagi// Hingga gagak mulai berbulu putih// Hingga kuku hitam tak mau tumbuh kembali.

***
Dimuat di Majalah Detik 69, 25-31 Maret 2013

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.